Senin, 07 Maret 2011

Jika Aku Jatuh Cinta


Bila aku jatuh cinta...
Aku mendengar nyanyian...
Seribu dewa-dewi cinta...
Menggema dunia...

Ada yang nggak kenal sama lagu itu? Wah kuno banget ya, hare gene geto loh (hihi nggak berkamsud menyindir bagi sobat yang nggak ‘ngeh’ sama lagu-lagu pop nih ye). Alright, lagu-lagu semacam itu menawarkan sensasi tersendiri bagi teman-teman kita yang lagi dilanda ‘virus asmara’. Lagu yang sebenernya biasa-biasa aja di telinga mbah-mbah, tapi jadi heboh trus didramatisir di telinga kita-kita.

Well, ngomongin soal jatuh cinta? Kayak apa sih rasanya? Hmmm...sepertinya kang mas Nidji di atas jelas menggambarkan kalo jatuh cinta, dunia ini dipenuhi ribuan dewa-dewi yang lagi menebar panah. Serasa dunia milik berdua. Jadi ngedadak ‘lupa diri’, pokoknya yang ada di dalam otak cuma bayangan si doi aj. Mau ngerjain tugas jadi malah kepikiran, akhirnya tugas nggak kelar, mau berangkat sekolah or ke kampus serasa lebih ‘bersemangat’ karena bakalan ketemu dia. Rasanya seneng banget, apalagi ada respon. Wueh makin mantap.

Gals, ngerasain jatuh cinta nggak salah-salah amat kok. Tanda tanya besar kalo kita nggak pernah jatuh cinta. Semua manusia yang ngetem di bumi ini diciptakan  plus-plus. Plus dengan sebuah potensi, yakni gharizah Nau’ (naluri untuk melestarikan jenis) (Supatmiati, 2005). Salah satu efeknya adalah menyukai lawan jenis kayak yang didendangkan abang Nidji di atas. So, wajar dong kalo kita jatuh cinta.

Lebih dari itu, naluri nau’ juga punya power yang akan memberikan efek yang sangat dahsyat. Kalo temen-temen liat berita di teve, tiap harinya pasti nggak pernah lepas dari aktivitas penculikan, perampokan, pemerkosaan, pencurian, dan segudang pe-pe yang lainnya. Minimal sehari sekali. Cerita semacam itu bukanlah suatu hal yang tabu lagi di masyarakat kita. Terlebih lagi di tengah masyarakat hedonis yang bebas tanpa aturan gini.

Eits, tapi yang menjadi fokus kita bukanlah cerita-cerita itu ya. Yang pengen Umi ungkap disini adalah dibalik aksi brutal si pelaku kriminal itu pasti ada dorongan di balik itu semua. Seorang pencuri yang tega membobol rumah yang lagi ditinggal mudik penghuninya pasti dilandasi oleh sebuah dorongan karena ingin memenuhi kewajibannya memberikan nafkah, dan karena kecintaannya kepada anak istrinya. Karena nggak ada lowongan pekerjaan yang sanggup menerima dia, akhirnya mencuri. Hanya saja cara yang dilakukan adalah salah.

Orang-orang sekelas Gayus, ortu yang nyuap pihak sekolah agar anaknya naik kelas, ortu marahah-marah, anak-anak pengen ini-itu, dan sederet kasus lainnya, nggak lain merupakan ekspresi kekuatan cinta.

Sebagai remaja, selama ini memang kita salah kaprah dalam mengartikan cinta. Dalam benak kita cinta hanya sebatas kasih sayang antar lawan jenis yang dalam praktiknya langsung tembak, trus jadian deh. Kita lupa bahwa cinta itu amat luas jangkauannya dan akan memberikan efek yang sangat besar. Biar lebih meyakinkan lagi, baca terus tulisan dibawah ini ya, let’s cekidot...

Menurut ulama Al-Baidhawi, cinta adalah keinginan untuk taat.Menurut Ibnu Arafah, beliau berkata bahwa cinta adalah keinginan untuk meraihnya (Anonim, 2004). Tuh kan bahasan cinta nggak melulu tentang “witing tresno jalaran soko arto” eh salah, yang bener “witing tresno jalaran soko kulino”. Jadi, cinta amat luas jangkauannya.

Udah gitu, efek dari cinta ini juga sangat besar. Tengok aja peradaban islam yang berjaya selama kurang lebih 14 abad dari jaman rasulullah hijrah sampe jaman Ataturk terlaknat itu. Karena kecintaannya kepada Allah, rasulullah sampe rela dicaci dimaki, dilempar tahi onta, bahkan taruhannnya adalah nyawa, hanya untuk menyampaikan islam, supaya islam bisa diterapkan di muka bumi ini sebagai sebuah sistem kehidupan yang kaffah / menyeluruh. Hasilnya? Islam menjadi sebuah negara adidaya yang melebihi kedigdayaan negrinya Paman Sam. Amerika mah bertekuk lutut pada daulah islam ini. Wow... Makannya, kita harusnya bangga pada islam, bukannya membanggakan negaranya orang yang nggak jelas itu.

Back to foccus, bahkan di hampir hembusan terakhir nafas Rasulullah saat beliau merasakan betapa sakitnya sakaratul maut, masih sempat-sempatnya beliau bersabda “Ummati...ummati...ummati...”.  itu dilakukan karena kecintaan beliau terhadap ummatnya.

Sob, cinta adalah sebuah anugrah yang dititipkan oleh Allah kepada manusia. Sangat bodoh jika kita mengekspresikan cinta itu pada jalur yang salah. Ibarat rel kerea api, jika kita tidak patuh pada kaidah/jalur yang ditetapkan oleh pembuat kereta itu, maka nggak nunggu waktu lama lagi kereta itu pun dipastikan akan jatuh. Mungkin ribuan nyawa akan melayang, bahkan kita mungkin salah satu yang termasuk didalamnya Begitu juga dengan kita, harusnya kita patuh pada aturan yang ditetapkan oleh pembuat kita itu, Allah SWT.

Bagi yang lagi ‘kasmaran’, boleh-boleh aja. Asal diekspresikan pada koridor islam. Islam bilang nggak boleh pacaran, karena pacaran adalah salah satu aktivitas mendekati zina. Nanti kalo udah kebacut berzina, nggak ada toleransi lagi hukumannya adalah dirajam dan dicambuk. Mau?

Bagi yang sudah siap menikah, maka menikahlah. Jangan tunggu sampai usia menggerus dan mata serta hati tak terjaga. Bagi yang belum siap, maka tahanlah. Hindari semua hal yang menggoda syahwat kita. Misal menghindari berduaan di tempat sepi (khalwat), gadul bashar (tundukkanlah pandangan), berpuasa, perbanyak mengingat Allah, dan satu lagi jangan karena mencintai sesuatu terus melupakan kita pada kewajiban yang kita punya. Melebihkan cinta kita itu dari pada mencintai Allah, Rasulullah, dan berdakwah di jalan Allah.
“Katakanlah: "Jika bapa-bapak , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (Qs. At-Taubah:24).

Okey sob, kalo kita udah memahami bahwa cinta adalah sebuah titipan, dan harus diekspresikan di jalan islam, maka kita kudu tau juga bahwa semua itu nggak berhenti begitu saja. Cinta itu nantinya juga akan diperhitungkan di hadapan Allah saat hari penghisapan kelak.
Sebagaimana (Kami Telah memberi peringatan), kami Telah menurunkan (azab) kepada orang-orang yang membagi-bagi (Kitab Allah).  (yaitu) orang-orang yang Telah menjadikan Al Quran itu terbagi-bagi.  Maka demi Tuhanmu, kami pasti akan menanyai mereka semua. Tentang apa yang Telah mereka kerjakan dahulu. (Qs. Al-Hijr:90-93)
yang dimaksud dengan orang-orang yang membagi-bagi Kitab Allah ialah orang-orang yang menerima sebagian isi Kitab dan menolak sebahagian yang lain.

“Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: "Aduhai celaka kami, Kitab apakah Ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang Telah mereka kerjakan ada (tertulis). dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang juapun".(Qs. Al-Kahfi:49).

Dari firman Allah di atas, semua yang kita lakukan akan dimintai pertanggung jawaban. Ayat pertama adalah indikasi bahwa kita harus kaffah / berislam secara menyeluruh. Termasuk juga dalam pengelolaan cinta ini, gak boleh diekspresikan sak kepenake dehewe, harus pada jalan islam, karena Adzab Allah nggak tanggung-tanggung besarnya.

Ayat kedua menceritakan betapa ruginya seseorang yang tidak berislam secara kaffah. Kerena semua hal dari yang se-kecil-kecilnya, sampai yang sebuesar-buesarnya akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah.
Wallahua’alam bi ashawab.

Anonim. 2004. Pilar-Pilar Pengokoh Nafsiyah Islamiyah. Jakarta: HTIPress.
Anonim. 2005. Alqur’an dan Terjemahannya. Bandung : Diponegoro.
Supatmiati, Asri. 2005. The Power of Me. Jakarta : Gema Insani Press.