Sabtu, 02 April 2011

Untuk Saudariku...

Assalamu’alaikum...
Saudariku...apa kabarnya engkau?
Lelah, kesal, tangisan, tidakkah selalu engkau rasakan? Terkadang masyarakat yang kurang mampu menerima ide kita, kerjaan rumah menumpuk, tugas kuliah yang sangat banyak, tantangan dari keluarga, belum lagi amanah dakwah yang harus segera terselesaikan. Semua itu tentu saja membuat kita lelah. Lelah yang berkepanjangan dan tak mau juga menepi. Lelah karena selain sebagai ibu rumah tangga, anak, mahasiswa, pelajar, pekerja, tetapi juga sebagai pengemban dakwah yang seperti tak pernah bisa berhenti dari aktivitas kita. Kadang kita inginkan betapa indahnya bisa berkumpul bersama keluarga di rumah, tanpa terbebani oleh berbagai aktivitas yang lagi-lagi membuat kita lelah. Tapi saudariku...kita juga sebagai tumpuan masa depan. Dunia akan kita genggam dengan aktivitas kita. Kita dipilih Allah untuk membuka mata manusia agar memahami bahasa Taqwa. Pengemban dakwah lah status kita yang sebenarnya.
Saudariku, sudah selayaknya pengemban dakwah selalu merasakan letih, menangis, kesal, dan tak pernah berhenti beraktivitas. Dan sudah sepatutnya pula keletihan itu membuat kita berkeluh kesah. Tapi saudariku, ini salah besar jika kita teruskan. Dan tak patut pula jika kita mengkambing hitamkan salah satunya, baik dakwah maupun yang lainnya.
Saudariku...ingatkah engkau dengan sabda Rasulullah?
“Demi Dzat yang jiwaku ada di TanganNya. Sungguh, kalian punya dua pilihan, yaitu melakukan amar ma’ruf nahi mungkar, ataukah Allah akan mrndatangkan azab dari SisiNya yang akan menimpa kalian. Kemudian setelah itu kalian berdo’a, maka do’a itu tidak dikabulkan.”
Saudariku, hanya ada 2 pilihan. Lalu, manakah yang akan kita pilih? Beramar ma’ruf, ataukah mendapat siksa dari Allah Azza wa jala? tentu jawaban kita sama bukan? Ya, karena kita tergabung di harokah ini adalah untuk beramar ma’ruf. Kadang kita merasa tak layak untuk mendapatkan balasan dari dakwah kita. Kadang kita merasa tidak bisa/belum mampu menunaikan amanah ini. Jangan menyerah saudariku, marilah kita sama-sama melayakkan diri, kita rengkuh Jannah Allah dengan saling bergandengan tangan dan perkuat barisan. Sehingga bersama-sama kita bersanding dengan Rasulullah kelak.
Semoga sedikit coretan tak berarti ini mampu menggugah kita semua untuk bangkit dari keterpurukan zaman yang semakin menggurita. Ukhibukifillah yaa Ukhti...
Wassalamu’alaikum...

Matinya Keadilan di Indonesia; Hanya Syari'ah sistem yang Adil

Kasus korupsi semakin mengguncang negeri ini. Sejak ditemukannya uang pajak dari 149 mega perusahaan mengalir ke rekening Gayus senilai Rp 28 M. Yang paling menghebohkan ternyata Gayus tak sendirian. Ia sempat menyeret pihak kepolisian, jaksa, hakim, dan pengacara dalam aksi korupnya. Walhasil, jadilah itu drama korupsi berjamaah (Media Umat, 2011:51).

Kasus paling menggemparkan sepanjang tahun 2010, ternyata dari 244 pemilukada 148 diantaranya diduga menjadi pesakitan. Walikota Tomohon, Sulut yang dilantik pada Agustus 2010 menjadi indikasi kuat bahwa pejabat negri ini tak pernah bersih dari skandal korupsi (Media Umat, 2011:51).

Sebelumnya Indonesia juga pernah diguyur oleh kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesi (BLBI), yang hingga kini tak diketahui kemana ujungnya. Yang mampu diendus media, 3 mantan pejabat BI yang dijadikan tersangka yakni Hendrobudiyono, Paul Sutopo, dan Heru Soepraptomo hanya dijatuhkan hukuman masing-masing tiga, dua setengah, dan tuga tahun penjara. Sangat ringan bukan? (http//:www.temponews.com, 28 Januari 2011)

Kasus Bank Century, yang sempat tayang di media juga pernah menjadi top news. Namun berita ini seakan dimusnahkan -atas drama presiden- selepas kepergian Sri Mulyani orang yang paling bertanggungjawab atas pengucuran dana 6,7 M tersebut. Sebagaimana kasus BLBI, akhirnya kasus ini pun stagnan di tengah jalan (Media Umat, 2010:37).

Fakta-fakta di atas hanya sederet pendek kasus korupsi negeri ini. Masih segunung yang belum diketahui dan diungkap media karena keterbatasan modal.

Upaya pemerintah yang dilakukan selama ini pun terkesan omong kosong. Janji presiden SBY melalui proker 100 hari pada 2 kali episode kerja untuk menjadi garda terdepan pemberantas korupsi, ternyata hanya sebatas goresan tinta hitam diatas kertas. Yang ada sepanjang pemerintahan SBY, kasus korupsi semakin menggurita negeri ini. Anehnya lagi birokrasi dan Undang-undang yang ada justru melindungi dan melahirkan pejabat korup.

Adanya asas praduga tak bersalah sangat memberikan peluang bagi koruptor untuk tetap menghirup udara bebas. Asas ini mengatakan seseorang tak dapat dijatuhkan hukuman sebelum ada keputusan hakim. Selain itu banyak UU yang disinyalir menjadi penghambat upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan kepala daerah.

Menilik kasus serupa, keadilan di negeri ini pantas dibilang mati. Mbah Minah harus membayar mahal atas pencurian 3 buah kakao seharga 2 ribu rupiah dengan mendekam di penjara selama 1,5 bulan dengan massa percobaan 2 bulan. Nasib yang sama juga dialami Basar Suyanto dan Kholil warga Kediri yang memetik buah semangka lantaran kehausan. Berulang kali keduanya memohon maaf, namun pihak kepolisian tak menggubris permintaan maaf ini dan tetap menjatuhkan hukuman penjara selama 2 bulan 10 hari (Al Wai’e, 2010:113).

Yang dialami oleh mbah Minah, Basar, dan Kholil serta Minah-Minah yang lain sebenarnya bukanlah kasus besar. Namun, aparat setempat terkesan bersemangat untuk mengusutnya. Sangat ironis jika dibandingkan kasus korupsi yang merugikan rakyat hingga trilyunan rupiah. Bahkan tak sebanding dengan hasil curiannya. Koruptor yang terbukti bersalah tak jarang memperoleh penjara berbintang, serta hukuman yang tak setimpal. Robert Tantular misalnya, saat ia dinyatakan bersalah dalam kasus Bank Century, hanya dijatuhi hukuman 4 tahun penjara dan denda 50 M (Al Wai’e, 2010:113).

Merupakan hal yang wajar apabila korupsi tumbuh subur tak seperti jamur di musim gugur. Mengingat landasan utama yang dijadikan pijakan pembuatan hukum adalah akal manusia yang sangat terbatas. Hukum yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh kondisi dan situasi yang tengah berkembang saat itu. Sehingga hukum yang lahir hanya relevan pada saat itu pula. Selain itu, hukum lahir dari kompromi sejumlah pihak yang tengah berkuasa dan sangat dimonopoli oleh kepentingan mereka masing-masing untuk mendapatkan keuntungan baik dalam skala individu maupun kelompok. Walhasil, tak pernah ada keadilan di negeri ini, selama akal masih dijadikan sumber utama pembuatan hukum (Al Wai’e, 2010:113).

Akal manusia yang terbatas ini menetapkan bahwa adil berarti sama rasa sama rata. Sehingga tak salah jika hukuman 3 butir kakao tidak lebih ringan dari 28 M. Prinsip fashl uddin ‘anil hayah (sekulerisme) merupakan sebab utama adanya kebebasan untuk menentukan hukum. Prinsip ini menghasilkan hukum yang mudah berubah dari waktu ke waktu tergantung kekuatan, kekuasaan, dan modal. Muncullah trend hukum bisa dibeli dan mafia peradilan.

Islam menetapkan adanya ta’zir sebagai sanksi edukatif atas pelanggaran syar’i. Ta’zir tidak menetapkan ukuran sanksinya. Sedangkan pelanggaran yang telah ditetapkan oleh syar’i, maka pelanggarnya dijatuhi sanksi yang telah ditetapkan kadarnya oleh syar’i. Semua yang belum ditetapkan kadar sanksinya oleh syar’i, maka sanksinya diserahkan kepada penguasa untuk menetapkan jenis sanksinya. Ta’zir yang dijatuhkan bentuknya mulai dari yang paling ringan yaitu berupa nasihat/teguran, hingga yang paling tegas yaitu hukuman mati (Al-Maliki, 1990:240-241).

Rasulullah pernah ditanya tentang pencurian kurma yang masih menggantung. Kemudian Rasulullah saw menjawab, “Barangsiapa mengambil dengan mulutnya tanpa bermaksud menyembunyikannya, maka ia tidak dikenai sanksi apa-apa. Barangsiapa membawanya, maka ia harus mengembalikannya dua kali lipat (dari nilai buah yang dicurinya), dan (dipikul) sebagai balasan (sanksi). Dan barangsiapa mencurinya setelah disimpan di gudang, dan kadarnya setara dngan sebuah perisai, maka ia wajib dipotong tangannya.”

Mengenai Ta’zir, Umar ra pernah menetapkan hukum jilid bagi pemalsu surat baitul mal yang dibubuhi cap yang dipalsukan dengan menjiplak cap baitul mal.

Demikianlah pemerintahan Islam memberikan teladan. Teladan seperti khalifah Umar Bin Abdul Aziz yang mengganti lentera milik umat, yang sebelumnya ia gunakan untuk bekerja, dengan lentera miliknya ketika sang istri ingin mengungkapkan maksud pribadinya dengan khalifah.

Teladan seperti di atas yang dibutuhkan umat masa kini untuk menggempur peradaban kapitalis yang kini diambang pintu kehancuran. Sebagai sebuah jamaah, yang saat ini tinggal menunggu waktu menyongsong kembali tegaknya peradaban islam, memiliki peran yang sangat strategis dalam berinteraksi terhadap umat. Partai politik mempunyai tahapan untuk berinteraksi dengan umat. Pada tahapan ini dilakukan proses pembinaan dan perubahan pemikiran, perasaan, kebiasaan, dan sistem kehidupan umat. Dengan begitu pola kehidupan umat akan berubah ke arah islam dan akan merindukan kehidupan islam karena dorongan pemahaman (Abdurrahman, 250).

Tahapan kedua dilakukan dengan bergerak bersama umat. Menyeru umat secara langsung dengan Tatsqif murakazah (pembinaan dan pengkaderan intensif dalam halaqah-halaqah), Tatsqif Jama’iyah (pembinaan masyarakat umum), membongkar makar-makar penguasa, shiro’ul fikri, dan mengadopsi kemaslahatan umat (An-Nabhani, 2002:66).

Menggenggam Dunia dengan Tanganmu

Sobat, apa kabar? masih dipusingkan dengan aktivitas kuliah or sekolahkah?nggak dong ya...

Well sobat, kali ini akan menguliti mengenai “cinta dakwah”. As we know, beberapa hari yang lalu kita baru aja ‘ngerayain’ hari kelahiran Nabi Muhammad SAW yang getol benget dakwahnya. Udah gitu kepedulian sama nyang berbau-bau agama di kalangan muda kayak kita-kita ini agak sedikit menurun. Ya...walaupun nggak sedkit pula sobat-sobat kita yang tetep “ngeksis” dikancah per-dakwahan. Kita perlu tunjukan 4 jempol jari kita tuh. Coz, mereka rela megorbankan diri, harta, nyawa, jiwa, raga, perkasa (hloh...?) demi tegaknya dienul islam.

Yup, kali ini kami punya maksud pengen mbabat abis mengenai slogan “Menggenggam Dunia dengan Tanganmu”. Wuih ekstreeem? Emm... nggak juga sih. Pasalnya udah nggak jamannya lagi bro n sist mbebek sama produk barat. Mulai dari fashion, fun, food, n sport –nya mereka yang jelas-jelas menyebabkan kerusakan generasi muslim dengan kapitalime-sekulernya dan asas materialistisnya itu.

Sob, kita perlu berbahagia dengan kalimah syahadah kita. Konkritnya islam punya sesuatu yang harus dibanggakan. Tau apa itu? Ya, islam punya pemikiran yang sangat agung, yang dengan pemikiran itu islam mampu mempengaruhi manusia sejagad selama empat belas abad. Kalo aja Mustafa Kamal Ataturk terkutuk itu nggak berkongo-konko untuk menghancurkan bangunan daulah islam ini, barangkali kepemimpinan itu masih kita “menangi” (temui-jawa).

Sobat kita sama-sama tahu, saat ini kita terkurung oleh kerusakan dalam berbagai bidang kehidupan. Privatisasi-nya krakatau steel, kasus penganiayaan para pendulang devisa, mewabahnya virus AIDS, maraknya kaum gay, kisruh antar umat beragama, korupsi yang tak pernah ada ujungnya, BBM naik, repotnasi yang katanya dijaman reformasi, dan sederet kasus yang lainnya. Tentu saja kita yang ngaku sebagai generasi muda harusnya risih dengan fenomena-fenomena macam itu. Bukan anak muda kalo kerjaanya ngalor ngidul nggak karuan juntrungannya udah gitu cuek dengan kondisi yang lagi memanas, coz anak muda adalah masa-masa emas untuk bersikap kritis. Iya kan?

Bro n Sist, kasus-kasus macam itu marak disebabkan oleh tidak diterapkannya islam sebagai metode kehidupan. Islam hanya dianggap sebagai agama ritual belaka, inilah yang menyebabkan islam yang kaffah terlihat ‘biasa-biasa’ aja. Liat deh peradaban islam yang berjaya 86 tahun yang lalu. Tak ada wanita terhinakan, bahkan dulu ada seorang dermawan yang sampe kebingungan hanya untuk menyodakohkan hartanya, gara-gara nggak dia temui fakir miskin di kotanya. Euleh...euleh... Itu mengindikasikan bahwa ketika islam memimpin dunia, kemiskinan tak bisa di cari. Kita sekarang mah gampang ya.

Sobat, tau Ibnu Sina kan? Itu tuh pakar kedokteran di abad pertengahan yang sekaligus ulama, yang di Barat diputarbalikkan namanya menjadi Amficena? Bagi nyang tau aja ni ye, beliau merupakan seorang ilmuwan ahli di bidang kedokteran. Salah jika kita selama ini menganggap beliau berasal dari dunia Barat, ternyata beliau itu adalah hasil didikannya Daulah Islamiyah. Barat yang saat itu kagak ngarti apa-apa, kemudian sedikit belajar dari kaum muslim.

Sob, sebenernya kita punya power untuk mengubah dunia ini. Bukankah masa depan adalah milik kita? bukankah dunia dalam genggaman kita? mau dibawa ke mana pun, terserah kita. Ya nggak? So, ayo kita genggam dunia ini dengan membumikan kembali peradaban islam yang pernah memuliakan islam dan kaum muslimin. Karena hanya dengan tangan-tangan kita inilah musuh-musuh islam semacam kapitalisme-sekuler bisa tersingkirkan.

Bukan Pilihan

Mentari masih sanggup bersinar, tak seperti semangatku yang semakin menepis saat langkahku memasuki kampus baru. Dengan sisa-sisa energi, serta kekecewaan yang ku rajut sejak pengumuman penerimaan Mahasiswa Baru di Universitas paling beken di seantero negri ini, aku memulai hari. Ah, anggap saja lembaran baru yang tak pernah ku tulis sebelumnya, dan akan ku jalani seadanya.
Terbayang di benakku teman-teman SMA yang kini mendapat kursi sesuai mimpi mereka masing-masing, pasti indah rasanya jika aku mendapat apa yang aku impikan seperti mereka, pikirku.
Ku masuki auditorium tempat maba dikumpulkan dengan hati yang masih terrajut oleh rasa kecewa dan sejuta penyesalan, kenapa jurusan ini yang sanggup menerimaku? Kenapa nggak dipilihan pertama atau ke dua?.Kenapa nggak milih di swasta aja di jurusan yang benar-benar aku akan menikmatinya dan pasti akan menerima orang dengan otak seencer aku? Kenapa...?
Tampak wajah-wajah asing mencari kursi yang telah dipersiapkan panitia sesuai nomor urut masing-masing. Mereka sepertinya sangat antusias mengikuti rangkaian PPSMB atau yang kebanyakan orang sebut ini ospek. Tapi bagiku antusias mereka tak lebih dari siksaan perasaanku yang semakin getir. Semakin kalut bahwa sesungguhnya pilihan yang ku ambil ini adalah pilihan yang sama sekali tak pernah kusukai. Tapi aku terpaksa bertahan karena bapak sangat berharap aku bisa menekuni jurusan yang sama dengan bidang yang bapak pegang.
“Pilihan ke berapa mbak?” tiba-tiba tangan seseorang menepuk pundakku dari belakang. Sebuah pertanyaan yang mambuatku risih, sebel, dan membangkitkan energi kekecewaanku.
“Ketiga, kamu?” jawabku sok akrab.
“Sama” jawabnya. Bibirnya mengembangkan senyuman serta tawa kecil, tampaknya sama sekali tak ada kekecewaan yang menderanya saat ku balik bertanya.
“Oh...” jawabku agak tak peduli.
Kembali terpikirkan olehku teman-teman baru. Mungkinkah mereka sama kecewanya denganku? Ataukah mereka justru menginginkan kenyataan ini? Bukankah jurusan ini sedikit sekali peminatnya? Tak banyak pula lapangan kerja yang sanggup menerima lulusan, walaupun di universitas negeri. Nyatanya mas Qosim hanya bekerja di perkebunan buah, sangat jauh penghasilannya dibandingkan dengan Ines, tetanggaku yang saat ini bekerja di perusahaan tambang kelas internasional, PT Freeport Indonesia. Yah tak bisa dipungkiri, aku memang memiliki cita-cita seperti Ines, punya banyak uang, mobil tinggal pilih, mau ke luar negri tinggal pesan tiket. Betapa indah takdir hidup yang dia dapat.
Tapi apa yang ku dapatkan saat ini, rencana kuliahku di pertambangan hancur sudah. Yang akan membesarkanku adalah perkebunan serta tetek bengek yang tak pernah kusukai sebelumnya. Itupun kalau jadi, nah kalau enggak? Aku akan menjadi mas Qosim jilid dua, yang sangat jauh dari kehidupan mewah. Sangat jadul bukan?

Acara PPSMB terrangkai indah, seru dan menantang bagi sebagian maba yang sangat enjoy di hari pertama. Namun, bagiku tidaklah sama. Tugas-tugas yang ku dapat tak pernah selesai dengan sempurna. Terlebih saat aku beserta ke 50 maba lain digelandang Sidak masuk ruang eksekusi gara-gara ada tugas yang ‘sengaja’ lupa tak ku kerjakan.
“Mau jadi apa kalian ini? Hari pertama sudah buat keributan. Kamu yang pake kaca mata (menunjuk ke arahku dengan mata melotot dan nada membentak) ngerjain apa kamu semalam? Hah?...ditanya diem aja? Kalo ditanya jawab dong!!!”
Bentakan itu samasekali tak membuatku takut, bahkan membuat penyesalanku semakin dalam.
“Saya lupa kak” alasan klise yang telah kupersiapkan matang-matang dari rumah.
“Apa? lupa? Kamu bilang lupa? Enak bener kamu bilang lupa. Kami sudah capek-capek buat acara untuk kalian kamu bilang lupa? (diam sejenak sambil mondar mandir di depanku). Kamu tau kesalahanmu apa? (aku diam) jawab!”
“Hei, jawab!” sebagian tim lain mulai ikut bicara.
“Tau kak”
“Bagus...kamu mau hukuman apa dari kami? Hah?”
“Terserah kakak”
“Okeyh...”
“Okey yang ada di ruangan ini, silakan kalian buat paper minimal 10 lembar, cari artikel, buat TTS. Dan kamu, karena pelanggaran kamu termasuk pelanggaran berat, cari tanda tangan semua panitia, semuanya dikumpullkan besok pagi, mengerti? (aku mengangguk) mengerti semuanya?”
“Mengerti” serempak.
Apa? Bisa nggak tidur aku nanti malam? Males banget sih.
“Oke, silakan keluar dari ruangan ini!”
Augh.....siaaal. Dasar Sidak sialaaan...

Kuliah sudah dimulai begitu PPSMB selesai. Semakin membuatku ragu, apakah yang akan aku dapat benar-benar ilmu, ataukah hanya keragu-raguan. Rasanya menjadi orang paling asing diantara ratusan teman baruku yang mungkin merasa bahagia dengan kenyataannya saat ini.
Kuliah perdana adalah pengantar ilmu perkebunan. Sungguh amat sangat membosankan meskipun hanya perkenalan.
“Selamat pagi saudara.” Sapa pak Toha begitu memasuki ruangan. Suara pak Toha terdengar bersemangat..
“Pagi.” Jawab mahasiswa dengan penuh semangat pula.
“Baiklah agenda hari ini adalah perkenalan mahasiswa dan perkenalan perkebunan (lirih). Saudara, perkebunan merupakan salah satu faktor penting untuk menunjang perekonomian negeri ini. Namun, ironisnya sampai saat ini pemerintah masih menomorduakan sektor perkebunan daripada sektor pertambangan, pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya. Adalah tugas saudara untuk menjadikan perkebunan Indonesia sebagai suatu sektor yang sehat. Sehat berarti terus memproduksi dalam jumlah yang besar dan berkualitas untuk peningkatan perekonomian Indonesia. Sehingga kita mampu menjadikan perkebunan sebagai salah satu sektor yang mampu mengangkat perekonomian. Dengan cara inilah kita akan membangun kemandirian Indonesia tanpa harus bergantung lagi pada investor asing. Buat apa kuliah mahal-mahal di pertambangan, perminyakan misalnya, jika kita mengeruk kekayaan negri ini untuk pengabdian kita pada para investor? Sehingga kita termasuk sebagai penghianat rakyat indonesia yang kini tengah kelaparan di ladangnya sendiri yang penuh dengan berbagai macam hasil pertanian dan perkebunan? Yang perlu diingat adalah, biarpun pegawai perminyakan, pertambangan, itu mereka kaya, tapi sebenarnya mereka itu miskin...”
Aurg... semakin membuatku mengantuk dan bosan. Ruangan ber-AC dan suara pak Toha dengan ‘ceramahnya’ itu membatku semakin terlelap dengan bayanganku tentang Ines. Sedang apa dia sekarang. Pasti lagi liburan ke Disney land bersama Selvi, anaknya dan juga suaminya. Mau apa aja tinggal pilih. Ku ingat terakhir dia pulang, bajunya tak ada yang tanpa merk.
Beberapa kali sempat kami berkomunikasi via email. Gayanya menceritakan tentang kehidupannya saat ini membuatku tertarik untuk mengikuti jejaknya yang sukses dalam sekejap. Aku samasekali tak peduli dengan kuliah yang diberikan pak Toha hari ini, menurutku justru terbalik dengan kondisi Ines saat ini. Untuk mengusik kejenuhan, ku coba merrangkai mimpi dengan khayalanku, meski tak pernah begitu dan tak akan pernah begitu. Apkah aku lari dari kenyataan, aku tak peduli.

Kuliah hari ini diakhiri dengan pemberian tugas oleh pak Toha untuk mengumpulkan paper mengenai perkebunan. Mau tidak mau aku harus menyambangi warnet tempat aku menghabiskan waktu ketika merasa lunglai dengan kenyataan yang terpaksa aku jalani kini. Aku tak suka. Ingin berontak, tapi sama siapa? Ingin menuntut Allah, tapi rasanya tak patut.
“Kosong bang?” tanyaku pada penjaga warnet yang sebenarnaya sudah hafal dengan wajahku.
“6, 7, 8....” sebut si abang. Ku biarkan ia berceloteh menyebut bilik yang kosong. Aku pilih bilik kosong di pojok biar lebih leluasa, nomor 8.
Langsung aku buka google search. Loadingnya lumayan lama, maklum jam segini banyak user dan mungkin operator juga sedang sibuk. Daripada nganggur, aku buka yahoo, ada bebarapa berita yang menjadi topik hangat minggu ini. Ah, nggak begitu menarik, sign in aja, barangkali ada email balasan dari Ines.
Benar. Ada 6 email belum dibaca. Lima email konfirmasi, dan yang satunya dari Ines, dikirim malam tadi sekitar pukul 8.40.
Dear: Rahma
Rahma yang baik. Sudah mulai kuliah ya? Jarang kirim kabar. Di awal kuliah ini, kamu menikmati kan? Jelas dong. (menikmati apanya?) Ada salam dari Selvi nih, dia pengen pulang kampung katanya. Di sini nggak betah. Ines juga mulai muak nih Ma.
Kemarin habis pulang dari tempat simbok, rasanya badan sakit semua. Nggak nunggu waktu lama, Ines langsung check up ke dokter. Dokter bilang kalo Ines kena AIDS. Ines bilang ke Mas Karta. Mas Karta justru ngasih support ke Ines, dan bisa jamin kerahasiaan ini. Tapi yang nggak habis pikir, nggak tahu dari mana temen kerja Ines tahu. Ngomonglah dia sama Manajer perusahaan. Paginya Ines dan Mas Karta langsung dapat surat pencabutan kontrak. Kami berdua dikeluarkan dari perusahaan itu. Rumah yang kami tinggali ditarik. Kami tak bisa apa-apa, karena rumah itu memang statusnya milik perusahaan. Masih untung kami memiliki tabungan jaminan untuk Selvi yang nggak seberapa itu dan terpaksa kami bobol juga.
Sekarang kami ngontrak di rumah kecil nggak jauh dari tempat kerja kami semula. Melihat kondisi Ines saat ini yang sakit-sakitan dan mulai kurus, Ines jadi kasihan sama Selvi. Mas Karta pun sampai saat ini belum dapat ganti tempat kerja. Masih nganggur. Ines jadi berandai-andai Ma, kalau umur Ines hanya sampai saat ini, dan dulu waktu kuliah Ines pakai untuk senang-senang sebebas Ines. Berarti hanya 5 tahun Ines menjadi orang yang taat syari’ah. Apa iya Ma, Ines bisa masuk surga?. Ines nyesel Ma, bener-bener nyesel.
Ya udah segini aja curhatan Ines. Tolong Ma, jangan bilang sama simbok tentang kondisi Ines saat ini. Biar kamu saja yang tahu. Semoga Mas Karta bisa memulihkan kondisi saat ini. Dan semoga Ines masih diberikan kesempatan untuk ngirim kabar ke Rahma lagi yah.
Ines

Apa? AIDS? Pencabutan kontrak? Rumah ditarik? Yang benar saja?
Innalillahi... Ines. Ternyata masa ugal-ugalan yang dia jalani sewaktu kuliah mengantarnya pada virus paling mematikan itu. Aku memang tak menyukai bagian hidupnya yang itu. Aku menyukai kesuksesannya. Tapi sekarang apa iya aku bisa berandai-andai sesukses Ines, setelah dia dikeluarkan dari tempat kerjanya itu, rumahnya ditarik, dan segudang penderitaan yang ia rasakan, hei bukankah perusahaan multinasional itu telah mendzalimi Ines yang kini tengah sakit-sakitan?
Aku tak percaya dengan tulisan yang baru saja kubaca. Ku baca sekali lagi. Benar dari Ines, dikirim tadi malam.
Saat pikiranku mulai kacau. Kuputuskan untuk keluar dari bilik ini. Pulang. Pusing juga setelah mengetahui betapa Ines saat ini tengah menderita. Tugas Pak Toha masih ada waktu seminggu lagi.
“Berapa bang?”
“Seribu neng”
Kusodorkan uang seribuan bergambar Kapitan Pattimura yang agak lusuh.
“Makasih bang.”
“Ya”
Ku melangkah keluar. Jalanan di depan tampak sedikit panas ditembus fatamorgana. Tapi tak tahu mengapa tiba-tiba pikiranku berubah mendung. Bayangan tentang Ines masih menggantung di pikiranku. Apa benar ini yang dikatakan Pak Toha tadi, Ines miskin.
Selama ini, tetangga rumah menganggap keluarga Ines adalah keluarga yang tanpa cela. Tiap ibu-ibu berkumpul, yang dibicarakan adalah kebaikan-kebaikan yang dimiliki Ines dan keluarganya. Tetangga sekitar menganggap bahwa keluarga Ines jauh lebih bahagia dibandingkan dengan keluarga Mas Qosim yang sangat sederhana. Tapi ternyata, Ia mempunyai aib yang mungkin hanya dia, Mas Karta, dan aku saja yang tahu. Dan aib itulah yang mungkin akan membuat orang-orang membenci Ines jika mereka tahu. Ternyata bayanganku selama ini tentang Ines salah permanen.
Aku akui memang, saat ini pandangan orang-orang tentang kebahagiaan diukur semata dari materi. Ines jauh lebih bahagia, karena orang melihat Ines dan Mas Karta sama-sama bisa mencari uang. Tapi nyatanya sekarang? Apa benar orang-orang menganggap Ines bahagia. Dan aku?
Lalu lalang kendaraan tak mengusik pikiranku. Beberapa kali bis kota yang biasa aku naiki melewatiku. Berjalan di atas trotoar dengan debu dan polusi kendaraan membuat pikiranku yang terusik semakin terusik, tapi asyik. Aku biarkan saja. Belum ingin rasanya aku pulang.
Jika memang benar demikian kenyataannya berarti Mas Qosim jauh lebih beruntung daripada Ines. Buat apa ngejar rizki mati-matian, kalau toh sebenarnya rizki sudah ada yang ngatur. Dan rizki yang diperoleh Mas Qosim jauh lebih halal karena tidak menjual aset negara. Tidak menghianati umat ini.
Aku mulai menyadari kenyataan yang diberikan padaku. Apa benar ini yang terbaik. Dan memang sebenarnya inilah yang terbaik. Inilah kadar rizki yang harus aku peroleh. Biarlah jadi Mas Qosim jilid dua, biarlah orang-orang menganggapku remeh. Inilah ilmu Allah yang harus kucari di jalan ini. Yang pasti ini telah menjadi qodlo’ Allah. Daripada aku mengikuti jejak Ines, tapi aku malah kena penyakit kayak Ines? Na’udzubillah...
Apakah berarti selama ini aku menghujat Allah dan tidak ridho dengan qodlo’Nya? Astaghfurullahal’adzim... Ampuni aku ya Allah, semakin aku menyadari bahwa ketetapanMulah yang terbaik...

Selamat menjalani kuliah dengan penuh pengharapan padaNya.