Senin, 05 Desember 2011

Demi Waktu


 Ini adalah agenda mentoring mingguan saya setiap hari senin di SMA 2 Bantul, selain agenda ‘pesanan’ dari Rohis Al-Falaq sebagai alumni yang mewarisi anak-anak. Hmmm, mungkin agak sedikit curhat dan saya kasih bumbu-bumbu yang terlalu berlebih. Tapi nggak apa-apa. Berbagi ilmu tak ada salahnya menceritakan kelalaian diri sendiri.

Well, awalnya saya agak kaku dengan materi request anak-anak (yang kebetulan cuma dua orang). Saya merasa belum layak untuk memberikan materi ini lantaran eror saya yang kadang nggak ketulungan (banyak tidur, chatting, searching sesuatu yang tidak mendukung aktivitas saya sebagai mahasiswa sekaligus pengemban dakwah, dll) apalagi soal pedang yang satu ini. Tetapi dakwah tidak boleh macet karena alasan ketidaklayakan, seberapa besar usaha kita untuk melayakkan diri itulah yang harusnya kita evaluasi bersama. Materi yang harus saya kupas adalah Demi Waktu. Gubrak, itu bukan lagunya salah satu Boy Band yang vokalisnya kemarin habis kena fitnah pol-polan itu. Bukan pula sumpah serapah seseorang kepada kekasihnya. 

Saya merasa kaku karena saya sendiri masih eror soal waktu. Benar kata Fatimah (salah satu anak yang saya bimbing), “Kita sering lupa, habis dengar dari mbak mungkin ingat. Tapi tidak untuk seterusnya”. Barangkali itulah penyakit yang menjangkiti saya selama ini. 

Dengan status sebagai pengemban dakwah, yang dijamin oleh Allah pahalanya terus mengalir dari orang yang menerima dakwah kita tanpa mengurangi pahalanya, Insya Allah. Status sebagai binaan sebuah harakah internasional, yang dulu buanget (ada kira-kira 5 tahun yang lalu) saya pernah ngaji materi ini. Kembali lagi saya katakan, saya merasa kaku, tertohok, terpojok. Tapi subhanallah, dengan menemani anak-anak ini belajar, saya merasa diingatkan kembali oleh Allah SWT.

Berbicara masalah waktu, seringkali saya merasa ketakutan. Takut karena kehidupan ini akan segera berakhir, takut karena setiap lompatan detik itu saya sering lalai dalam mendakwahkan agama Allah. Merasa bermalas-malasan, masih memaklumi diri sendiri dll. Mendengar irama jam yang selalu berputar, tidak berhenti pun saat jarum itu kelelahan (kecuali jika jam itu rusak atau baterainya habis), membuat saya mengingat berapa lama lagi saya (kita) akan menyinggahi bumi ini.

Dalam pembahasan tersebut, kebetulan saya dapat referensi dari beberapa tulisan, waktu ibaratkan argo taksi yang terus berjalan. Kita akan menyadari bahwa seminggu cepat berlalu setelah melalui waktu itu. Yup, waktu itu ngebut, berlalu dengan sangat cepat. Di usia yang ke-19 tahun ini, saya baru menyadari bahwa 19 tahun itu tidak lama. Rasanya baru kemarin berlatih naik sepeda waktu SD, belajar naik motor waktu SMP, pertama kalinya ngaji kenal islam waktu kelas 3 SMP, menyanyikan lagu “...aku masih anak sekolah, satu SMA...” pas H+1 MOS. Baru kemarin diwisuda SMA, dan kemarinnya lagi pertama kalinya mengenakan baju putih abu-abu, dan saat saya menuliskan tulisan ini saya sudah duduk di bangku kuliah semester 3 di sebuah Universitas Negri di Yogyakarta. Semua itu berjalan sangat cepat.

 Jika kita lihat manusia-manusia yang telah meninggalkan bumi ini, katakanlah rata-rata usia manusia itu adalah 60-70 tahun dan sudah meninggal 14 abad yang lalu (manusia yang hidup dizamannya Rasulullah), maka betapa singkatnya hidup di dunia ini dibandingkan waktu yang harus dihabiskan di alam kubur sampai hari kiamat. Artinya masa kehidupan di alam kubur lebih lama daripada di dunia. Lalu bagaimana jika kita membandingkan kehidupan dunia ini dengan alam akhirat yang kekal abadi dan tidak ada ujungnya?

Jika garis lurus yang kita lihat di atas kita ibaratkan sebagai jatah usia kehidupan kita di bumi ini, titik A adalah titik start kita dimana kita dilahirkan. Sementara titik D adalah titik finish dimana jatah kita di dunia ini habis. Taruhlah misalkan saat ini kita berada pada titik B, maka jarak dengan kematian masih agak jauh.

Namun bagaimana jika saat ini kita berada pada titik C? Jika titik D kita hanya sampai pada usia 20 tahun (usia saya saat ini 19 lebih 5 bulan), kematian bukanlah hal yang jauh lagi. Maka waktu untuk singgah di bumi ini tinggal 7 bulan lagi. Permasalahannya adalah, kita tidak dibekali ilmu oleh Allah untuk mengetahui di mana posisi kita saat ini. Itu telah menjadi rahasia Allah yang hanya Allah saja yang tahu. Lalu bagaimana jika kita benar-benar berada di titik C, bahkan mendekati D? Rentang waktu antara A sampai C telah kita manfaatkan untuk apa? Jangan sampai kita menjadi orang yang merugi sebagaimana firman Allah dalam Qs. Al-‘Ashr ayat 1-2 yang berbunyi;

“Demi waktu. Sesungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang yang beriman dan yang beramal shalih serta saling nasihat menasihati dalam kebenaran.”

Menurut ulama Ar-Razi, jika rugi dipahami sebagai hilangnya modal, maka modal manusia adalah waktu (umur). Maka setiap manusia hakikatnya selalu merugi. Setiap hari kita punya jatah modal sekitar 86.400 detik, setiap detik usia manusia terus berkurang. Lalu, setiap detik selama 86.400 detik itu sudah kita manfaatkan untuk apa?

Bisa jadi kita mengisinya dengan suatu aktivitas yang minim manfaat; nge-gym, baca komik, jalan, shoping, nonton teve, pacaran, chatting, tidur, dll. Maka kesia-siaan telah kita lakukan. Pada saat itu kita akan kehilangan banyak waktu. Berapa detik yang kita habiskan untuk nge-gym? berapa menit yang kita habiskan untuk baca komik? berapa jam yang kita habiskan untuk shoping? berapa tahun yang kita habiskan untuk tidur? Lalu berapa detik yang kita lakukan untuk bermuhasabah untuk menjadi lebih baik lagi di esok hari? Berapa menit kita habiskan untuk membaca kalamullah? Berapa jam kita gunakan untuk mendakwahkan islam? Padahal hitungan amal bukan dalam satuan abad, windu, tahunan, bulanan, mingguan, harian, menit, tapi DETIK.

Waktu-waktu yang tertunda seringkali menyebabkan kerjaan kita keteteran. Seorang penumpang pesawat pasti tidak akan ketinggalan pesawat jika dia bangun 5 menit lebih pagi, seorang pelari pasti akan menjadi pemenang jika ia berlari 5 detik lebih cepat lagi, seorang mahasiswa nggak akan mengulang mata kuliah yang sama (sehingga harus menunda kelulusan) jika tahun ini dia rajin. Waktu nggak ngasih kesempatan buat kita melakukan hal yang kita tinggalkan tersebut. Paling banter kita masih bisa memperbaiki kesalahan, tetapi itu tidak akan mengulang waktu dan kejadian yang sama.

Sobat, waktu terus berjalan seiring dengan bertambahnya usia kita. Itu sebabnya, kita nggak bisa minta ijin, misalnya mau cuti dulu dari bertambahnya usia ketika kita lagi tidur atau ngobrol dan main gim. Usia kita dari detik ke detik terus bertambah. Meskipun kita lagi nggak beraktivitas. Itu sebabnya, jangan mentang-mentang masih muda terus kita merasa masih banyak waktu untuk nanti. Sehingga merasa waktu tersebut harus kita habiskan untuk aktivitas yang kita sukai dan senangi saat ini namun dalam pandangan Islam miskin manfaat. Itu artinya kita menghamburkan kesempatan yang diberikan hanya untuk hal-hal yang remeh-temeh. Sebab, seharusnya yang kita upayakan dalam setiap detik itu harus bernilai ibadah di hadapan Allah Swt.



Karena itu, wajarlah jika dalam ayat selanjutnya (di QS. Al-‘Ashr di atas) dikatakan bahwa orang yang tidak merugi alias beruntung hanyalah orang yang menghabiskan umur (waktu)-nya untuk mengerjakan amal shalih. Sebab hanya dengan mengerjakan amal shalih manusia akan mendapat ganti dari modalnya yang telah hilang.

Keuntungan yang lebih besar lagi dapat diraih oleh seseorang yang melakukan dakwah, saling berwasiat untuk menaati kebenaran dan menepati kesabaran. Dalam hadist riwayat Abu Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzi, dari Abu Hurairah disebutkan bahwa salah satu dari tiga amal yang tidak terputus pahalanya disebabkan kematian adalah ilmu yang bermanfaat yang diajarkan semasa masih hidup.

Esensinya waktu itu ibarat pisau bermata dua. Satu sisi bisa membunuh kita, disisi lain kita bisa memanfaatkannya untuk suatu hal yang positif. Kita punya andil untuk mengasah pisau itu agar jangan sampai membunuh kita. Perputaran waktu selalu mengajak kita agar jangan sampai kita menjadi orang yang merugi; di akhirat kelak hanya bisa berandai-andai jika kita bisa mengulang kehidupan ini sekali lagi. Jangan sia-siakan waktu dengan aktivitas yang miskin manfaat. 

Mungkin memang kita butuh membuat list berapa detik yang sudah kita gunakan untuk tidur hari ini, untuk kuliah, praktikum, mengerjakan tugas, berdakwah, nonton Teve, nge-gym, chatting, ngelamun dll.  Apa yang tertulis itulah waktu yang kita punya. Dan dari sinilah kita tahu berapa banyak aktivitas yang kita hambur-hamburkan serta aktivitas yang berorientasi pahala. Setelah itu kita butuh mengevaluasi / memuhasabahi diri sendiri agar esok bisa lebih baik lagi. Jangan sampai hari esok sama saja bahkan lebih buruk.

Wallahua’lam

*Sambil mengajari diri sendiri supaya segera bangkit dari keeroran-keeroran dan merefresh agar memenej waktu lebih baik lagi.

Sudah Berapa Menit Usiamu?


Sobat muda, siapa yang paling kaya di dunia saat ini? Siapa yang paling guanteng atau cuantik saat ini? Siapa yang paling berotak encer? Paling cepat, paling kuat dan juga paling-paling yang lain? Nah, sekarang, siapa yang memiliki waktu paling banyak dalam sehari semalam di dunia? Jawabnya pasti nggak ada, sebab Allah Swt. memberikan waktu yang sama kepada kita semua.

Harta, ketampanan, kecantikan, kecepatan, kelincahan, kecerdasan setiap orang pasti beda, tapi waktu yang diberikan Allah Swt. kepada kita pastilah sama. Jadi Allah Swt. memberikan modal waktu yang sama kepada kita semua. Maka barang siapa yang hari ini memanfaatkan waktunya lebih jelek dari hari kemarin celakalah dia (kalau diibaratkan dengan usaha artinya bangkrut alias gulung tikar), dan barang siapa yang hari ini memanfaatkan waktunya sama dengan hari kemarin rugilah dia (hasil usahanya tidak mampu menutup biaya operasional). Jadi pilihanya hanya satu kalau kita ingin menuai keuantungan, hari ini harus lebih baik dibandingkan hari kemarin dalam memanfaatkan waktu yang telah Allah berikan kepada kita.

Bagaimana agar kita mampu menuai keuntungan? Sibukkan kegiatan kita sehari-hari dengan yang wajib dan sunah, hindari kegiatan yang mubah dan makruh, serta campakkan sejauh-jauhnya perbuatan yang haram. Biar tambah greng lagi lakukan kegiatan yang diberikan keuntungan berlipat oleh Allah Swt., misalnya infak di jalan Allah (700 kali lipat), Sholat Tahajud (diangkat derajatnya), Sholat berjamaah (diganjar 27 kali lipat),?  beribadah di Masjid Nabawi (1000 kali dibandingkan dengan di masjid lain), beribadah di Masjidil Haram (100.000 kali), Masjidil Aqsa (500 kali), dakwah (pahalanya terus mengalir dari orang yang menerima dakwah kita), silaturahmi (memperpanjang umur dan dimurahkan rizki) dan masih banyak akitivatas lain.

Untuk itu mengelola (management) waktu itu sangat penting bagi kita. Namun adakalanya kita sangat abai dalam mengelola waktu, ukuran yang kita gunakanpun tahunan. Misalnya umurmu sudah berapa tahun? Jarang yang bertanya umurmu sudah berapa bulan (kecuali bagi bayi), atau umurmu sudah berapa hari? Apalagi jarang kita temukan ada yang bertanya usiamu sudah berapa menit? Padahal setiap detik dan menit kita sangatlah berarti. Kalau ingin bertanya pentingnya menit cobalah bertanya kepada penumpang pesawat yang tertinggal beberapa menit.?  Dan kalau ingin tahu berharganya detik tanyalah kepada juara kedua pelari atau perenang? Pasti dia menjawab andai saja saya beberapa detik lebih cepat dari dia pastilah saya juaranya. Itu sebabnya, untuk menjadi juara atau kalah, kita hanya butuh satu detik.

Sobat muda, usia saya?  kini sudah lebih dari 18.921.600 menit. Nah sekarang hitung, sudah berapa menit usiamu? Berapa menit yang sudah engkau hambur-hamburkan? Dan berapa menit yang sudah engkau biarkan pergi percuma tanpa makna? [Jamil az-Zaini]

Dikutip abis2an dari
http://wiwikhaylila.wordpress.com/2011/02/04/sudah-berapa-menit-usiamu/