Rabu, 04 Januari 2012

Badai Otak

Bro! Saat itu mungkin pendulum pemikiran saya terlihat bergerak ke arah liberal. Sejak awal kita bertemu, udah bilang kalau saya bakal jarang berbicara mengenai teori konspirasi global yang membuat dunia islam terpuruk sedemikian rupa. Alasan kenapa saya buat tulisan yang kerasa aneh ini, karena saya sudah muak dengan stagnasi! Saya butuh pembaharuan. Saya butuh bersikap proporsionalitas dan kejujuran dalam berfikir.

Bro! Saya yakin akidah saya lebih tahan banting jika dibandingkan akidah saya masa lalu. Jika dimasa lalu saya merasa nggak kuat, saya yakin dapat dengan mudah dimentahkan, dan dimurtadkan (kalau saya bertemu orang-orang sinting yang saya kagumi). Kali ini nggak bro!. Saya sudah pernah melewati batas-batas keimanan. Saya sudah pernah mendekati kemurtadan dalam berfikir. Dari pengalaman yang mendebarkan itu, saya mendapatkan celah keimanan dalam fikiran saya. Saya menambalnya. Dan saat ini pondasi keimanan saya makin kuat, makin cerdas.

Bro! Benar apa yang orang lain katakan. Saya yakin, tulisan-tulisan saya pasti diselipi kesalahan berfikir. Tapi, saya berani menempuh kesalahan –yang tak sengaja saya lakukan- dalam pengembaraan pemikiran ini (kita sama-sama tahu bahwa keberhasilan nggak akan dicapai tanpa kesalahan). Saya berani karena hingga saat ini saya masih mencoba memerangi gelombang syak wasangka yang mengepung diri kita. Saya masih memperjuangkan proporsionalitas dan sikap fair dalam memandang semua hal (tanpa saya khawatir terpeleset dari pijakan pemikiran kieslaman saya).

Saya yakin semua ide diluar islam tidak benar, tapi suatu saat nanti jika kita bermusuhan, kita harus tetap bersikap fair (meski Amerika itu anjing, tapi anjing kan harus tetap diperlakukan adil kan bro?). saat ini saya sedang berusaha melempangkan jalan perubahan. Saya yakin ada sebagian teman yang juga merasakan ada stagnasi berfilir dan ketidak-fairan dalam bersikap (dalam memandang pemikiran lain diluar islam). Kejahatan ini sudah saya akhiri sejak lama dalam diri saya. Dan, biar saya dikecam, dikucilkan, itu nggak jadi soal dalam hidup saya. Di dalam hidup ini, pro kontra adalah sunatullah. Dan kali ini tekad saya sudah membatu. Saya siap membuka jalan perubahan bagi kawan-kawan yang masih ragu menunjukkan kerkemerdekaan berfikirnya. Dan saya ikhlas, menjadi martir bagi mereka.

Kita yang dulu bukan kita yang sekarang bro! Dan kita sekarang –sudah pasti- bukan kita dimasa yang akan datang. Kita akan terus berubah. Kearah yang lebih baik.

Bro! Berbicara mengenai teori konspirasi, kita masih sering mengedepankan ‘perasaan’ daripada logika berfikir. Dan itulah sikap umum rakyat yang memakai ‘perasaan’; dijadikan bahan studi kelayakan atau analisis SWOT. Beberapa kali konspirasi berhasil karena jeli membaca perasaan ini.

Lantas mengapa buletin-buletin ‘perasaan nasionalisme’ di Beirut dan Istambul membuat kita lupa akan konspirasi? Mungkin lebih baik kita menonton Angling Dharma atau Mak Lampir saja untuk memahami teori konspirasi. Jika Mak Lampir dan Grandong saja luar biasa hebat memahami teori konspirasi, begitu bodohkah Donald Rumsfeld dan CIA-nya?

Kita mentertawakan rakyat di suatu kadipaten yang menyambut anak buah Grandong dengan antusias, dan meng-idiot-idotkan mereka, tapi sekarang kita berlonjak-lonjak gembira menyambut kedatangah Obama. Padahal siapa yang bisa jamin Obama leboh baik hati dan tidak tegaan dibandingkan Grandong? Mengapa konspirasi seakan tidak mungkin di abad IT ini? Sementara di abad persilatan hal itu sagat mudah kita pahami.

Apakah kita menutup mata terhadap kebiasaan CIA yang baru membuka dokumen setelah 30 tahun? apakah kita akan mengulang sejarah, menunggu 30 tahun untuk sekedar mengatakan “ternyata selama ini kita dibodohi”, setelah terbukti emas di Irian Jaya digotong untuk membangun New York, sebagaimana kesepakatan Orde Baru dan AS pasca kemenangan mereka atas Soekarno? Apakah kita baru bisa cerdas setelah 30 tahun? mengapa kita sangat brilian mengupas konspirasi Grandong tapi kebrilianan itu hilang tak berbekas begitu membicarakan AS? Kenapa bro! Mengapa kita begitu jenius dalam skala kethoprak atau wayang tapi kejeniusan itu tiba-tiba lenyap manakala berada dalam dunia nyata, padahal permasalahannya masih saja sama?


*sedikit mengitip kata-kata Bang Divan dalam Badai Otaknya, dengan diselipi beberapa sumber.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar