Senin, 27 Februari 2012

Road to Rome, Be the Next Al-Fatih!!! #2


“Taklukkan negeri mana saja yang kalian inginkan,
karena demi Dzat yang Abu Hurairah berada di tanganNya,
tidaklah kalian menaklukkan salah satu kota hingga hari kiamat, melainkan Allah telah memberikan kunci-kunci-Nya kepada Muhammad SAW sebelum itu”
(Abu Hurairah ra.)

Italia mampu bernafas lega setelah terlepas dari ancaman datangnya pasukan kaum muslim yang dipimpin oleh Sulthan Mehmed II. Selama 3 hari berturut-turut meriam dan lonceng-lonceng gereja dibunyikan, pesta digelar dimana-mana, kematian Mehmed II dirayakan secara besar-besaran, mereka bersuka cita hanya dengan kematian satu orang kaum muslim. Itu tak lain karena Mehmed II adalah ‘singa’ yang paling ditakuti di dunia Barat. Bahkan lelaki inilah yang diklaim sebagai “Musuh paling berbahaya yang pernah dihadapi”. Klaim tersebut hanya sebatas gambaran bagaimana selama 30 tahun  secara kontinyu Mehmed II melakukan pembebasan Konstantinopel dan menyapu hampir seluruh dataran Eropa terutama Roma. Seolah Mehmed belum puas sampai Roma yang dijanjikan itu takluk dalam pelukan Islam.
Namun bagi Utsmani, kematian Mehmed bagaikan pukulan telak. Dunia Islam kehilangan seorang penguasa yang ‘buas’ seperti singa ketika siang dan pemalu seperti gadis pingitan ketika malam. Seorang ksatria yang telah mewakafkan hidupnya untuk jihad tanpa lelah. Ia mampu menggetarkan kaum Barat dan membuat mereka bertekuk lutut kepada Islam, menjadi perantara turunnya hidayah ribuan orang dalam waktu yang singkat. Mehmed II tidak hanya cerdas dalam hal peperangan, ia adalah Gubernur adil yang mahir dalam hal administrasi.
Mehmed II adalah salah satu figur yang tepat untuk dijadikan teladan ditengah krisis identitas pemuda dan kepemimpinan muslim abad ini. Keberhasilannya menaklukkan Eropa telah mempersembahkan sumbangsih yang sangat besar untuk peradaban Islam. Kecerdasan strateginya membuat orang-orang Eropa menganga. Ribuan literatur mengabadikan kisahnya dengan tinta emas dalam sekumpulan kisah sejarah peradaban yang agung. Namanya disebut-sebut di atas mimbar sebagai seorang panglima terbaik yang telah diramalkan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Ia membuktikan janji Allah melalui Rasulullah tunai di tangannya.
Prestasi Al-Fatih dalam setiap penaklukkannya ini tak lain merupakan manifestasi yang sangat besar dari darah mudanya yang tengah bergejolak. Bayangkan saja, usianya baru 21 tahun lewat 2 bulan ketika memimpin peperangan. Di usia yang masih sangat muda itu pula ia menjadi Gubernur Ibu Kota.
Menjadi pertanyaan besar bagi kita, bagaimana bisa diusia yang sama, agama yang sama meski dengan rentang waktu yang berbeda kondisinya sangat berkebalikan. Kemenangan demi kemenangan pengepungan selalu diperoleh Al-Fatih dalam usianya yang sangat muda. Sementara saat ini jika mampu memetakan, keadaan pemuda tengah terpojok oleh beberapa sudut permasalahan.
Gaya hidup yang hedonis dan permissif telah menjelma menjadi agama baru dan membuat pemuda kehilangan jawaban atas siapa dirinya. Tidak aneh jika begitu mendengar kata pemuda, yang terbayang adalah narkoba, pornografi, AIDS, aborsi, tawuran, prostitusi, kriminalitas, genster, hura-hura, seks bebas, dan gaul bebas atas nama modernitas. Sedikit fakta saja, di pelosok kabupaten pinggiran yang letaknya sangat jauh dari kota, beberapa waktu ini digemparkan oleh kasus hamilnya pelajar SMK berjamaah (sekelas). Menurut penuturan siswa sekitar (yang tidak ikut terlibat), siswa-siswi ini melakukan hubungan layaknya suami istri saat praktik kerja lapangan. Kontan hal ini membuat guru-guru kejang bukan kepalang.
Ini sedikit fakta yang terjadi di desa, lalu bagaimana yang di kota? Tentu jauh lebih parah lagi. Data statistik tampaknya sudah tidak begitu sensitif untuk menghitung kerusakan pemuda karena saking parahnya. Iming-iming menjadi Idol dan kaya raya dalam waktu yang singkat mendorong pemuda berlomba-lomba untuk show up kemampuannya yang sebenarnya tidak seberapa.
Percaya atau tidak, bibit kehancuran tengah bersemi, inilah fakta nyata yang telah meledak di masyarakat. Kita tentu tidak boleh mencukupkan diri sekedar mengelus dada atau mengatakan “Astaghfirullah... untung banget bukan gue”. Seharusnya sebagai pemuda kita merasa risih menghadapi realitas ini. Sekulerisme, paham yang bermula dari pemisahan aturan gereja/religiusitas dengan negara/kehidupan, dapat menggilas siapapun tanpa permisi. Termasuk yang mengatakan “untung bukan gue”. 
 Jika dirunut lebih lanjut, pendidikan menjadi faktor yang sangat berpengaruh yang sangat signifikan, baik pendidikan skala keluarga maupun sekolah. Pendidikan seseorang pertama kali diperoleh dalam keluarga, menurut Tika Bisono, mayoritas keluarga Indonesia masih menerapkan pola komunikasi satu arah dalam pendidikan seorang anak. Masih sangat jarang orang tua yang menerapkan pola komunikasi dua arah antara ibu atau ayah dengan anak. Implikasi dari realitas ini, orangtua tidak mampu mengontrol emosi anak, anak menjadi broken home sehingga sering terjadi pertentangan antara anak dan orang tua. Bagi orangtua ini, asal anak bisa makan dan sekolah maka sudah cukup. Bahkan tak jarang orangtua yang tidak begitu peduli dengan anak-anakunya. Maka wajar jika kemudian banyak bermunculan Arumi Bachsin dimana-mana, anak durhaka dan melawan keinginan orangtuanya dan menganggap orangtua kolot atau biang masalah.
Kedua, pola kurikulum yang dikembangkan di sekolah. Pendidikan Agama Islam hanya diberikan 3 jam pelajaran dengan konten materi yang tidak mampu membangun kepribadian anak. Padahal Pendidikan Agama Islam yang notabene menjadi tuntunan selain diajarkan dirumah juga diharapkan mampu membentuk aqidah dan syakhsiyah (kepribadian) seorang anak. Sudah begitu materinya hanya diulang-ulang pula.
Tidak usah jauh-jauh, semua telah terangkum dalam sistem pendidikan islam. Islam mengajarkan pola komunikasi dua arah antara orangtua dan anaknya. Tentu masih ingat kisah Ibrahim yang mendapat ilham untuk mengorbankan Ismail bukan? Sungguh inilah figur orangtua yang tidak ada di zaman sekuler. Sebelum membunuh Ismail, dengan sangat bersahaja Ibrahim mengajak Ismail berdiskusi dengan menanyakan “Apa pendapatmu nak?”.
Pendidikan dalam Islam mengajarkan aqidah Islam sebagai pelajaran paling dasar sebelum menerima ilmu-ilmu yang lainnya. Hal ini dikarenakan aqidah menjadi patokan utama ketika seseorang berpikir maupun bertingkah laku. Kurikulum pendidikan semacam ini akan menghasilkan output yang sangat cemerlang. Generasi yang berkepribadian Al-Qur’an, generasi yang mampu memjadi pemimpin bagi diri dan lingkungannya.
Sungguh sangat banyak produk pendidikan islam, Muhammad Al-Fatih adalah salah satu contohnya . Ambisi Murad II untuk menekuk lutut Byzantium ia tularkan kepada Mehmed II. Ia kemudia dididik oleh kedua ulama yang menjadi gurunya yakni Syaikh Aaq Syamsuddin dan Syaikh Ahmad Al Kurani. Kedua ulama ini awalnya menanamkan aqidah hingga syakhsiyah mengakar kuat di dalam diri Mehmed. Bahkan Mehmed tidak pernah sekali pun meninggalkan shalat rawatib dan tahajjud di sepertiga terakhir malamnya.
Mereka pula yang menanamkan keyakinan akan pertolongan Allah dan bahwa Mehmed lah panglima terbaik yang telah dijanjikan. Ulama ini juga selalu mengingatkan kepada Mehmed II bahwa tawakal kepada Allah adalah modal utama seorang pemimpin, bahwa semua kemenangan adalah datang dari Allah, bukan dari apapun selain itu, tidak berbangga dan berpuas diri atas kemenangan melainkan tawadhu’, dan kekalahan sebagai kurangnya ketaatan dalam usaha. Hasil dari pendidikan ini sungguh sangat jelas, Mehmed menguasai 7 bahasa di usia yang ke 23 tahun, terlibat dalam pemerintahan di Amasya ketika berumur 10 tahun. Dapat kita lihat sesok 10 tahun yang memiliki kearifan yang jauh dari usia sebayanya dari pendidikan Islam ini.
Sabda Rasulullah;
“Telah datang suatu masa kenabian, atas kehendak Allah. Kemudian masa tersebut berakhir juga atas kehendak Allah. Setelah itu, akan datang masa khilafah rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian, atas kehendak Allah. Dan masa tersebut akan berakhir, juga atas kehendak Allah. Lalu, akan datang masa kekuasaan (islam) yang didalamnya terdapat banyak kedzaliman (mulkan ‘adlon), atas kehendak Allah. Kemudian, akan datang zamannya diktator (mulkan jabriyyan) atas kehendak Allah. Dan masa itu pun akan berakhir dengan kehendak Allah. kemudian (terakhir), akan tampil kembali masa khilafah rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian. Lalu beliau (Rasululah) diam.”(HR. Ahmad dan Bazzar)
Sabda rasul di atas memberikan kepastian kepada kita bahwa Islam akan kembali berjaya untuk mengatur semua lini kehidupan. Ini adalah janji Allah, dan Allah tidak pernah bermain-main dengan janjiNya.
Masa kenabian telah berakhir semenjak rasulullah wafat. Setelah rasul wafat, digantikan oleh para khulafa’ur rasyidin; yakni Abu Bakar, Umar Bin Abdul Aziz, Utsman Bin Affan, dan terakhir Ali Bin Abi Thalib. Kemudian masa tersebut berakhir, digantikan oleh masa kejayaan Islam dalam kurun waktu 14 abad yakni masa kekhalifahan Bani Umayyah, Bani Abbasiyah, dan Bani Utsmaniyyah yang banyak kedzaliman. Sebelum khilafah runtuh, banyak sekali fitnah bermunculan. Seperti munculnya aliran Mu’tazilah, Jabbariyah, Ahlussunnah wal Jamaah dll. Semua dilakukan untuk melengserkan kekuasaan di muka bumi. Lalu dengan kehendak Allah masa itu berakhir digantikan oleh masa diktator (sekarang ini). dan masa itu berakhir atas kehendak Allah, dan akan tegak kembali khilafah ‘ala min hajinnubuwah untuk yang kedua kalinya.
Sesungguhnya tegaknya kembali khilafah untuk yang kedua kalinya adalah suatu keniscayaan, dan bukanlah utopia. Kota Roma (yang ditinggalkan Al Fatih) akan takluk dibawah kekhilafahan ini. Sungguh Rasulullah, melalui perawinya yang agung, 14 abad yang lalu telah memberi kita peringatan (sesuai hadist beliau) yang pada waktu ini telah kita buktikan dengan alur sejarah yang mulia.
Kota Konstantinopel telah dibebaskan oleh pejuang besar kaum muslimin, Muhammad Al-Fatih. Dan sekarang tinggal kota Roma Ibu kota Vatikan, sentral Kristen dunia. Kota itu, Insya Allah akan kita bebaskan dalam waktu dekat ini. Roma telah menunggu kerja keras kita, pemuda shalih/shalihah, sebagaimana kerja kerasnya Al-Fatih. Roma akan dibebsakan jika khilafah rasyidah tegak kembali. Tegaknya khilafah hanya tinggal menunggu waktu kapan Allah berkehendak, sungguh, Allah tidak pernah bermain-main dengan janjiNya.
Di tangan pemuda-lah Roma akan takluk, ditangan kita, bukan yang lain. Ummat menati kita, Al-Fatih the Next...

#Back Sound yang menggelora menabuh semangat penulis, mengiringi penulisan Ajakan singkat ini, thank’s to:
1.      Hans Zimer - At Wit’s End
2.      Hans Zimer - One Day
3.      Hans Zimer – Drink Up Me Hearties
4.      Harry Han – Pirates of the Caribean Soundtrack

Kamis, 16 Februari 2012

Road to Rome, Be the Next Al-Fatih! #1


 “Ya rasul, kota manakah yang akan ditundukkan terlebih dahulu? kota Konstantinopel ataukah Kota Roma?"
"Kotanya Heraclius (Konstantinopel) akan ditundukkan terlebih dahulu"
(HR. Ahmad)

Sulthan Mehmed II, Al-Fatih
Musim dingin tengah menyergap Edirne saat Sulthan Mehmed II berhadapan dengan peta kekaisaran Byzantium. Awal tahun 1453, hujan salju telah lama membekukan tekadnya untuk  tidak mengundurkan diri dari pengepungan Konstantinopel. Keyakinan dirinya sebagai penglima terbaik yang diramalkan rasulullah, membawa pengaruh yang sangat besar. Proyeksi bahwa dirinyalah penakluk Konstantinopel sebagaimana telah ditanamkan oleh Syekh Aaq Syamsuddin dan Syekh Ahmad Al-Kurani sejak kecil, membawa inspirasi yang tak terbatas serta motivasi yang tak terbendung. Ia menguras seluruh tenaganya demi merancang strategi terbaik untuk pengepungan. Dengan strategi inilah Konstantinopel kelak akan takluk dibawah komandonya. 

Konstantinopel bukan sembarang kota. Ia didirikan ribuan tahun yang lalu oleh pahlawan legendaris Yunanni; Byzas dan diberi nama Byzantium sesuai dengan namanya. Pada tahun 324, kaisar konstantine memindahkan ibukota Romawi Timur ke kota ini dan sejak saat itu namanya diubah menjadi Konstantinopel dan negaranya disebut Byzantium. Sebagai satu-satunya pewaris imperium Romawi, Konstantinopel memiliki semua teknologi perang dan kejayaan militer sistem Romawi yang sempat memimpin dunia. Wilayah lautnya sangat luas dan armada lautnya menjadi yang terbaik pada masanya. Konstantinopel sendiri sering disebut ‘New Rome’ dan dengan sendirinya menjadi kota dengan aktivitas dagang terpadat dengan populasi mencapai 500.000 orang.

Sebagai ibukota imperium terbesar masa itu, Konstantinopel dihuni oleh beberapa etnis yang didominasi oleh etnis Yunani. Kaisar Konstantine menjadikan Konstantinopel sebagagai “Kota yang paling diinginkan seluruh dunia” dengan memperkeras seluruh jalan kota dengan batu porifri dan gedung-gedung marmer di sebelah kanan-kirinya. Tiang-tiang dan alun-alun disediakan di setiap sudut kota lengkap dengan taman-taman dan monumen-monumen kemenangan. Terdapat Hippodrome yang dapat menampung ratusan ribu orang untuk menyaksikan pacuan kuda. Kota ini juga penuh dengan barang-barang berharga dari seluruh dunia yang terkumpul sebagai hadiah rampasan perang seperti kuda tembaga Alexander, Emas, dan Perak yang berlimpah dan uang pajak dari negara-negara jajahan (Siauw, 2011).

Konstantinopel merupakan kota yang kental dengan nuansa religiusnya. Agama mengakar kuat di dalam tubuh masyarakat. Setiap monumen religius dihiasi dengan emas dan batu permata, disini juga disimpan kepala Yohanes pembabtis yesus dan Mahkota duri yang kabarnya dipakai Yesus ketika disalib. Para rahib dan pastor merupakan profesi yang sangat dihormati, perayaan kristen dilaksanakan dengan megah dan setiap penduduk sangat mempercayai bahwa kota mereka dilindungi oleh tuhan mereka, terutama bunda Maria yang menjadi penjaga suci kota. 

Kaisar Byzantium sendiri dianggap sebagai wakil Yesus di dunia dan kotanya dibangun seolah menyerupai surga dengan katedral dan gereja yang jumlahnya lebih banyak daripada hari dalam satu tahun, dan tentu saja yang paling mewah adalah gereja Hagia Sophia “Holy Wisdom Church” (Siauw, 2011). Tak satupun bangunan yang menandingi luas dan tinggi kubahnya pada waktu itu. Di dalamnya, emas bertahtakan permata membanjiri dinding gereja, ratusan lukisan mozaik dan hasil seni lainnya menambah keindahan bangunan ini dan membuat orang di dalamnya bagaikan dihujani bintang-bintang.

Di bagian terluar, terdapat tombok Theodosius yang membentang dari selat teluk tanduk emas hingga ke laut Marmara. Hidup mati penduduk Konstantinpel berada pada tembok ini. Selama tembok masih berdiri maka penduduk di dalam kota merasa aman. Bahkan tanpa diminta pun, penduduk akan memperbaiki tembok yang berlubang karena serangan. Tembok inilah yang menjadi penghambat pengepungan yang dilakukan oleh pendahulu-pendahulu Al-Fatih, terutama ayahnya, Murad II.
Tembok 3 lapis yang melindungi Konstantinopel

Wall of Constantinople mampu bertahan selama 1.123 tahun, dibangun oleh Kaisar Constantine pada abad ke-3. Tembok pertahanan ini terdiri dari 3 lapis. Lapisan pertama setinggi 18 meter dengan ketebalan 5 meter. Di luar tembok terdapat parit selebar 18-20 meter dengan kedalaman 6-10 meter. Dengan kondisi terluar seperti ini, nyali pasukan manapun yang mencoba menaklukkan Konstantinopel dengan cara klasik akan menciut karena tak akan mampu menyebranginya dengan kuda ataupun pengepungan lainnya. Tidak kurang dari 23 kali pasukan pernah mengepung tembok Konstantinopel, namun tak satupun yang mampu menembusnya. 

Inilah yang menjadikan Konstantinople bagaikan bukan sembarang mutiara yang diperebutkan. Tercatat ada 5 gelombang pasukan kaum muslimin pernah mencoba menaklukkan. Gelombang pertama dipimpin oleh Abu Aub Al-Anshari pada tahun 44 H, namun gagal karena usianya. Gelombang kedua dipimpin oleh Sulaiman Bin Abdul Malik  yang terkenal kedekatannya kepada Allah pada tahun 98 H. Gelombang ketiga dipimpin oleh Khalifah Harun Al Rasyid pada masa kekhalifahan Abbasiyyah tahun 190 H. Gelombang setelahnya dipimpin oleh kakek buyut Al-Fatih, Beyazid I pada tahun 796 H, dan selanjutnya dipimpin oleh Murad II (sulthan ketujuh Utsmani) pada masa kekhalifahan bani Utsmaniyah. Gerakan seluruh pasukan ini jelas;Konstantinopel, namun semua pasukan yang pernah dikirim untuk menaklukkan Konstantinopel harus pulang dengan kepala tertunduk karena Konstantinopel terlalu sulit untuk ditembus.

Sebelumnya pada tahun 1204 M, dengan sangat arogan pasukan Kristen Roma yang awalnya bertolak menuju Yerussalem, mengalihkan kapal-kapalnya menuju Konstantinopel. Kerusakan terjadi dimana-mana, darah bertumpah, rumah dibakar, bahkan pasukan ini memasukkan keledai dan kuda ke dalam gereja. Konstantinopel benar-benar hancur. 57 tahun kemudian, pasukan Byzantium kembali menguasai Konstantinopel, dan yag tersisa hanyalah bangunan-bangunan yang telah hancur dan hanya sedikit dari kemegahan kota yang tersisa. Inilah yang kelak akan menimbulkan perpecahan antara kaum Yunani Orthodok dan Roma Latin. Sejak saat itu, Byzantium seperti di awang-awang kejayaan. Sampai pada awal bulan April 1453.

Saat itu usia Mehmed II yang baru menginjak 21 tahun lebih 2 bulan, masih terlalu muda untuk menjabat sebagai seorang gubernur menggantikan ayahnya, Murad II. Tentu saja hal ini membawa angin segar bagi kaum kristen Eropa terutama kaisar Constantine XI. Mereka berbahagia menyambut kematian Murad II dan memandang remeh Mehmed II yang masih terlalu polos. Namun, api jauh dari panggangnya. Mehmed II hadir dengan strategi yang berbeda, tak pernah diduga sebelumnya dan menimbulkan efek serangan-serangan kejutan.

Rumelli Hisari, dibangun oleh Sultha Mehmed II
Sebagai permulaan, Mehmed II membangun benteng Rumelli Hisari yang berada di selat Bosporus. Rumelli hisari terletak berseberangan dengan Anadolu Hisari yang telah dibangun oleh Beyazid I. Keduanya saling berhadap-hadapan sehingga Mehmed II mampu mengontrol setiap kapal Eropa yang masuk. 

Dari jalur darat diberangkatkan 250.000 pasukan. Tak mudah untuk melakukan serangan dari jalur ini, tembok pertahanan Konstantinopel tentu akan mempersulit pasukan. Namun, bukan Al-Fatih namanya jika menyerah hanya karena masalah ini. Untuk menghadapinya tentu cara yang digunakan harus cara yang penuh kejutan dan tidak biasa. Ia lalu menunjuk Orban untuk membuatkan meriam. Dibawah komando Orban, jadilah meriam raksasa sepanjang 8 meter dan diameter lebih dari 0,7 meter yang terbuat dari campuran tembaga dan timah. Saat ujicoba, meriam ini mampu melemparkan batu besar sejauh 1,6 meter sebelum menghantam tanah, dan membuat lubang sedalam 2 meter di tanah utsmani. Meriam ini tentu membuat Byzantium menegang.

Dari jalur selatan, 400 kapal yang diberangkatkan mampu direpotkan oleh 125 pasukan Byzantium. Hal ini menunjukkan betapa hebatnya armada tempur Konstantinopel.

Proses pemindahan kapal dalam 1 malam
Sedangkan dari jalur utara, terbentang rantai raksasa sepanjang 275 meter untuk menutup akses melalui jalur teluk Tanduk Emas. Rantai ini memberikan blokade sempurna hingga tak satupun kapal mampu melewatinya. Tak mungkin jika melakukan serangan melalui jalur ini. Inilah yang membuat Sulthan Mehmed memiliki ide luar biasa yang tak pernah tada sebelumnya. Ia memutuskan untuk memindahkan 72 kapal dari selat Bosphorus ke Selat Teluk Tanduk, yang hanya terjadi dalam satu malam. Ide 'gila' Al-Fatih ini membuat Byzantium terancam.

29 Mei 1453 dini hari pertempuran dimulai. Setelah 2 gelombang pasukan gugur di medan syahid, dikerahkanlah pasukan Yenisari. Pasukan ini telah didik sejak kecil dengan akademis, strategi perang, ushul fiqh, serta latihan fisik. Pasukan ini pula yang merupakan pasukan yang digaji oleh sulthan. Jumlah pasukan mungkin hanya tertinggal 7.000 pasukan waktu itu, namun hujan panah yang dilemparkan oleh pasukan Yenisari mampu memukul mundur pasukan bertahan  Hanya dalam waktu seperempat menit 30.000 pasukan muslim mampu menjebol gerbang kota. Satu persatu bendera Liwa’ Raya’ dikibarkan, padahal beberapa menit yang lalu elang berkepala dua Byzantium dan singa st. Mark berkibar di langit Konstantinopel. Sebentar kemudian terdengar teriakan “Kota telah jatuh!!!”

Mendengar teriakan ini, kaisar Constantine XI mengetahui bahwa Konstantinopel telah jatuh, kekaisaran Byzantium telah berakhir. Ia kemudian turun dari kudanya, melepas jubah kebesarannya kemudian berperang laksana prajurit biasa dan tak terlihat lagi setelah itu. Guistiani, panglima tertinggi pasukan gabungan, menyelamatkan diri bersama pasukannya dengan perahu. Begitu pula yang dilakukan oleh prajurut Venesia. Begitulah watah pengecut yang haus kekuasaan. Saat itu juga Konstantinopel telah jatuh sebelum mentari terbit.

Sementara pasukan kaum muslimin dengan suara takbir terpana memasuki kemegahan kota. Pertama Al-Fatih menuju gereja Hagia Sophia yang padat oleh penduduk yang mencari perlindungan.  Melihat kedatangan sang sulthan, semua penduduk tampak ketakutan. Ia kemudian menemui seorang pendeta dan memohon kepadanya untuk menenangkan. 

Gereja Hagia Sophia, Masjid Aya Sophia, Musium, Istambul
Sejak saat itu adzan selalu terdengar 5 kali dalam sehari. Gereja Hagia Sophia (sekarang menjadi musium) yang megah dan mewah itu disulap oleh Al-Fatih tanpa mengusik peribadatan warga non-muslim. Patung salib dihilangkan dan diganti dengan lafadz Allah dan Muhammad. Sulthan Mehmed II tidak pernah memaksakan penduduk masuk islam, karena hal itu dilarang. Namun setelah  penduduk konstantinopel merasakan kesejahteraan atas diterapkannya syari’at islam, dengan sendirinya pendeta dan penduduk memeluk islam.

Harta rampasan perang dibagikan sesuai syari’at setelah dikumpulkan ke hadapan sulthan. Kepada pasukan diberikan imbalan sesuai hukum islam pula. Mehmed pun memberikan hadiah tambahan bagi keluarga prajurit yang gugur sebagai syahid. Terhadap tawanan-tawanan perang, sebagian dibebaskan dan sebagian lagi ditebus dengan emas dan perak. Kesejahteraan dirasakan baik oleh orang muslim maupun non-muslim. 

Bayangan buruk tentang islam dibantah oleh keadilan di depan mata. Seringkali sulthan membagi-bagikan sendiri harta dalam jumlah yang banyak kepada wanita-wanita yang ditinggal mati suaminya, sehingga dapat menghidupi keluarga yang ditinggalkan. Sulthan pun meminta Paderi Kristen untuk mengurus agama mereka, dan memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi kaum kristen untuk menjalankan agama mereka. 

Pasca futuhan Konstantinopel, pedang terus diarahkan ke tanah Crhistendom Eropa.  Kekecewaan menempa dunia Barat, mereka tak percaya kota sekuat Konstantinopel bisa jatuh ke tangan kaum muslim. Kebencian terhadap kaum muslim yang telah dihembuskan sejak zaman dahulu  membuat sentimen terhadap islam menjadi kian parah. Mereka terus melancarkan upaya untuk merebut kembali kota kebanggan romawi tersebut.

Ada cerita mengagumkan ketika Sulthan Mehmed II mendapat tawaran dari Paus Pius II. Paus Pius menawarkan kepada sulthan Mehmed untuk berpindah agama menjadi seorang Kristiani. katanya "Jika anda mau dibaptis, maka anda akan menerima mahkota kerajaan Roma". Tampaknya sang Paus tahu betul apa yang menjadi ambisi sulthan, ia berambisi untuk menjadi penglima terbaik sebagaimana menjadi bisyarah rasul dengan lebih dahulu menaklukkan Konstantinopel, baru kemudian Roma. Dengan tetap tenangAl Fatih berjanji akan menjadikan Paus Pius sebagai mufti kesultanan Utsmani jika ia berkehendak masuk islam.

Setelah memastikan Konstantinopel berada pada kondisi aman dari serangan, Sulthan Mehmed II memulai rangkaian penakulukkan kota Roma. Kemenangan demi kemenangan selalu diraih oleh pasukan kaum Muslim Utsmani. Tahun 1463 Bosnia jatuh ke tangan kaum muslim, kemudian Albania yang jatuh pada tahun 1474, serta Otranto pada tahun 1480. Jalan menuju Roma tinggal setapak lagi. Sejak Otarnto dikuasai pada tahun 1480, Mehmed tengah mempersiapkan pasukan yang jauh lebih besar lagi daripada jumlah pasukan yang dikerahkan pada pengepungan Konstantinopel. Tidak ada satupun yang tahu kemana pasukan ini akan di arahkan, bahkan prajurit utsmani pun tidak ada yang berani menanyakannya kepada sulthan. Dan saat itu pula penduduk Roma berada dalam bayang-bayang menakutkan akan datangnya pasukan muslim utsmani yang terkenal gagah dan tak kenal mundur.

Pada penaklukkan kali itu, Sulthan Mehmed II merasa tak seperti biasanya. Namun, hal ini tidak menjadikannya halangan untuk mewujudkan bisyarah rasulullah, pasukan istimewa tetap dipersiapkan untuk menaklukkan Roma. Namun ternyata Allah berkehendak untuk membagi pahala pembebasan yang telah dijanjikan itu. Sulthan Mehmed, Muhammad Al-Fatih. meninggal dalam kondisi bersiap untuk menaklukkan ROMA. Kini, Roma menanti kita.

Menunggu Kelanjutannya di bagian 2
Sumber Selengkapnya:
















Selasa, 14 Februari 2012

Bukan Kisah (Sepotong Senja)

Disetiap masa selalu ada bahtera yang karam. Ini bukan kisah sepotong senja yang diselimuti oleh kabut rekayasa. Kami hidup di suatu masa dimana sejarah hanya tinggal nama di bangku sekolah. Tokoh-tokoh besar diputarbalikkan sehingga yang kami kenal adalah Crayon Shincan. Agama kami –dengan sejuta makar jahat- disudutkan di pojok sempit surau yang berdebu dan becek ketika hujan. Seakan memeluk agama kami adalah suatu kutukan, kesalahan, berkelas dua dan rendahan, serta wajib dimusnahkan.

Yang kami temui setiap harinya adalah wanita-wanita yang terrenggut kehormatannya, anak kecil kehilangan ibunya, pembunuhan terjadi dimana saja, bahkan hidup menderita diatas penguasa yang berpesta pora. Sementara tak banyak pemuda yang mengambil bagian untuk mengentaskan derita itu, alih-alih mereka justru memikirkan hidup mereka sendiri. Bagaimana agar bisa hidup enak mengikuti kemauan mereka, entah bagaimanapun caranya. Bisa hidup tenang tanpa memikirkan orang. Individualis.

Kami hanyalah sebagian kecil yang jika dinalar dengan logika rasanya tidak mungkin berdiri di sini. Ada yang bilang bahwa kami ini adalah minoritas, namun bagi kami itu bukan masalah. Kami tak peduli sekalipun mereka mengatakan kami ini gila.

Memang benar, disetiap masa selalu ada kapal yang karam karena beratnya samudera ini. Hanya yang mampu bertahanlah yang akan sampai ke dermaga surga. Kami mengakui letihnya mendayung setiap pagi. Memutar otak untuk memasarkan ideologi. Bahkan kami sering berpikir “kapan kami istirahat ya Allah?”.  

Tapi apakah kami layak bersanding dengan Rasulullah jika hanya urusan yang sekecil ini di mata beliau, kami tidak mampu menjalankannya? Apakah kami layak, jika Abdullah Bin Jahsy saja rela mengorbankan telinga dan hidungnya terpotong untuk memberikan kesaksian bahwa dia seorang syuhada’? apa kami layak jika Mush’ab Bin Umair yang borjuis saja sanggup dipotong kedua tangannya untuk mempertahankan Arraya’? Apa kami layak diberikan gelar mujahid/mujahidah? Sungguh kami ini bukan apa-apa dimata mereka bahkan syabab yang lainnya. Kami hanya buih di tengah luasnya lautan keimanan mereka.

Sependek yang kami bisa lakukan, akan kami lakukan. Karena kami telah mempersiapkan diri untuk menjadi martir bagi ideologi ini. Mereka (Shahabat) begitu lantang meneriakkan “Hidup mulia atau mati syahid”, bagi mereka tidak ada pilihan lain. Jika menang, maka kemuliaan islam dalam genggaman, dan bukan kekuasaan. Sekalipun harus terpanah, maka panah itu adalah jalan pintas mereka menuju jannah.

Sekali lagi, kami bukan apa-apanya. Waktu satu detik terasa sangat ringan terbuang sia-sia. Sementara mereka, waktu satu detik amat disayangkan meski hanya untuk meraut pena. Mereka mampu melihat apa yang tidak terlihat oleh mata, yaitu berupa keyakinan. Byzantium tidak akan jatuh jika Mehmed II tak memiliki keyakinan sekeras baja. 

Mereka persembahkan yang terbaik untuk kemuliaan umat islam, mereka rela tubuhnya dicincang, bahkan merupakan suatu kebanggan. Tak terpikirkan oleh mereka timbunan harta dan proyek untuk memperkaya diri. Air mata terlalu berharga jika meleleh untuk menangisi kemalangan nasib. Karena begitulah keikhlasan mengajar mereka. Seandainya bukan karena keikhlasan, barangkali 250.000 pasukan tidak akan mampu dikerahkan untuk mengepung Konstantinopel yang sangat dingin.

(Bersabarlah wahai jiwa, karena sabar itu hanya sebentar)














#Nge-melow penuh cinta, sampai luber.