Senin, 27 Februari 2012

Road to Rome, Be the Next Al-Fatih!!! #2


“Taklukkan negeri mana saja yang kalian inginkan,
karena demi Dzat yang Abu Hurairah berada di tanganNya,
tidaklah kalian menaklukkan salah satu kota hingga hari kiamat, melainkan Allah telah memberikan kunci-kunci-Nya kepada Muhammad SAW sebelum itu”
(Abu Hurairah ra.)

Italia mampu bernafas lega setelah terlepas dari ancaman datangnya pasukan kaum muslim yang dipimpin oleh Sulthan Mehmed II. Selama 3 hari berturut-turut meriam dan lonceng-lonceng gereja dibunyikan, pesta digelar dimana-mana, kematian Mehmed II dirayakan secara besar-besaran, mereka bersuka cita hanya dengan kematian satu orang kaum muslim. Itu tak lain karena Mehmed II adalah ‘singa’ yang paling ditakuti di dunia Barat. Bahkan lelaki inilah yang diklaim sebagai “Musuh paling berbahaya yang pernah dihadapi”. Klaim tersebut hanya sebatas gambaran bagaimana selama 30 tahun  secara kontinyu Mehmed II melakukan pembebasan Konstantinopel dan menyapu hampir seluruh dataran Eropa terutama Roma. Seolah Mehmed belum puas sampai Roma yang dijanjikan itu takluk dalam pelukan Islam.
Namun bagi Utsmani, kematian Mehmed bagaikan pukulan telak. Dunia Islam kehilangan seorang penguasa yang ‘buas’ seperti singa ketika siang dan pemalu seperti gadis pingitan ketika malam. Seorang ksatria yang telah mewakafkan hidupnya untuk jihad tanpa lelah. Ia mampu menggetarkan kaum Barat dan membuat mereka bertekuk lutut kepada Islam, menjadi perantara turunnya hidayah ribuan orang dalam waktu yang singkat. Mehmed II tidak hanya cerdas dalam hal peperangan, ia adalah Gubernur adil yang mahir dalam hal administrasi.
Mehmed II adalah salah satu figur yang tepat untuk dijadikan teladan ditengah krisis identitas pemuda dan kepemimpinan muslim abad ini. Keberhasilannya menaklukkan Eropa telah mempersembahkan sumbangsih yang sangat besar untuk peradaban Islam. Kecerdasan strateginya membuat orang-orang Eropa menganga. Ribuan literatur mengabadikan kisahnya dengan tinta emas dalam sekumpulan kisah sejarah peradaban yang agung. Namanya disebut-sebut di atas mimbar sebagai seorang panglima terbaik yang telah diramalkan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Ia membuktikan janji Allah melalui Rasulullah tunai di tangannya.
Prestasi Al-Fatih dalam setiap penaklukkannya ini tak lain merupakan manifestasi yang sangat besar dari darah mudanya yang tengah bergejolak. Bayangkan saja, usianya baru 21 tahun lewat 2 bulan ketika memimpin peperangan. Di usia yang masih sangat muda itu pula ia menjadi Gubernur Ibu Kota.
Menjadi pertanyaan besar bagi kita, bagaimana bisa diusia yang sama, agama yang sama meski dengan rentang waktu yang berbeda kondisinya sangat berkebalikan. Kemenangan demi kemenangan pengepungan selalu diperoleh Al-Fatih dalam usianya yang sangat muda. Sementara saat ini jika mampu memetakan, keadaan pemuda tengah terpojok oleh beberapa sudut permasalahan.
Gaya hidup yang hedonis dan permissif telah menjelma menjadi agama baru dan membuat pemuda kehilangan jawaban atas siapa dirinya. Tidak aneh jika begitu mendengar kata pemuda, yang terbayang adalah narkoba, pornografi, AIDS, aborsi, tawuran, prostitusi, kriminalitas, genster, hura-hura, seks bebas, dan gaul bebas atas nama modernitas. Sedikit fakta saja, di pelosok kabupaten pinggiran yang letaknya sangat jauh dari kota, beberapa waktu ini digemparkan oleh kasus hamilnya pelajar SMK berjamaah (sekelas). Menurut penuturan siswa sekitar (yang tidak ikut terlibat), siswa-siswi ini melakukan hubungan layaknya suami istri saat praktik kerja lapangan. Kontan hal ini membuat guru-guru kejang bukan kepalang.
Ini sedikit fakta yang terjadi di desa, lalu bagaimana yang di kota? Tentu jauh lebih parah lagi. Data statistik tampaknya sudah tidak begitu sensitif untuk menghitung kerusakan pemuda karena saking parahnya. Iming-iming menjadi Idol dan kaya raya dalam waktu yang singkat mendorong pemuda berlomba-lomba untuk show up kemampuannya yang sebenarnya tidak seberapa.
Percaya atau tidak, bibit kehancuran tengah bersemi, inilah fakta nyata yang telah meledak di masyarakat. Kita tentu tidak boleh mencukupkan diri sekedar mengelus dada atau mengatakan “Astaghfirullah... untung banget bukan gue”. Seharusnya sebagai pemuda kita merasa risih menghadapi realitas ini. Sekulerisme, paham yang bermula dari pemisahan aturan gereja/religiusitas dengan negara/kehidupan, dapat menggilas siapapun tanpa permisi. Termasuk yang mengatakan “untung bukan gue”. 
 Jika dirunut lebih lanjut, pendidikan menjadi faktor yang sangat berpengaruh yang sangat signifikan, baik pendidikan skala keluarga maupun sekolah. Pendidikan seseorang pertama kali diperoleh dalam keluarga, menurut Tika Bisono, mayoritas keluarga Indonesia masih menerapkan pola komunikasi satu arah dalam pendidikan seorang anak. Masih sangat jarang orang tua yang menerapkan pola komunikasi dua arah antara ibu atau ayah dengan anak. Implikasi dari realitas ini, orangtua tidak mampu mengontrol emosi anak, anak menjadi broken home sehingga sering terjadi pertentangan antara anak dan orang tua. Bagi orangtua ini, asal anak bisa makan dan sekolah maka sudah cukup. Bahkan tak jarang orangtua yang tidak begitu peduli dengan anak-anakunya. Maka wajar jika kemudian banyak bermunculan Arumi Bachsin dimana-mana, anak durhaka dan melawan keinginan orangtuanya dan menganggap orangtua kolot atau biang masalah.
Kedua, pola kurikulum yang dikembangkan di sekolah. Pendidikan Agama Islam hanya diberikan 3 jam pelajaran dengan konten materi yang tidak mampu membangun kepribadian anak. Padahal Pendidikan Agama Islam yang notabene menjadi tuntunan selain diajarkan dirumah juga diharapkan mampu membentuk aqidah dan syakhsiyah (kepribadian) seorang anak. Sudah begitu materinya hanya diulang-ulang pula.
Tidak usah jauh-jauh, semua telah terangkum dalam sistem pendidikan islam. Islam mengajarkan pola komunikasi dua arah antara orangtua dan anaknya. Tentu masih ingat kisah Ibrahim yang mendapat ilham untuk mengorbankan Ismail bukan? Sungguh inilah figur orangtua yang tidak ada di zaman sekuler. Sebelum membunuh Ismail, dengan sangat bersahaja Ibrahim mengajak Ismail berdiskusi dengan menanyakan “Apa pendapatmu nak?”.
Pendidikan dalam Islam mengajarkan aqidah Islam sebagai pelajaran paling dasar sebelum menerima ilmu-ilmu yang lainnya. Hal ini dikarenakan aqidah menjadi patokan utama ketika seseorang berpikir maupun bertingkah laku. Kurikulum pendidikan semacam ini akan menghasilkan output yang sangat cemerlang. Generasi yang berkepribadian Al-Qur’an, generasi yang mampu memjadi pemimpin bagi diri dan lingkungannya.
Sungguh sangat banyak produk pendidikan islam, Muhammad Al-Fatih adalah salah satu contohnya . Ambisi Murad II untuk menekuk lutut Byzantium ia tularkan kepada Mehmed II. Ia kemudia dididik oleh kedua ulama yang menjadi gurunya yakni Syaikh Aaq Syamsuddin dan Syaikh Ahmad Al Kurani. Kedua ulama ini awalnya menanamkan aqidah hingga syakhsiyah mengakar kuat di dalam diri Mehmed. Bahkan Mehmed tidak pernah sekali pun meninggalkan shalat rawatib dan tahajjud di sepertiga terakhir malamnya.
Mereka pula yang menanamkan keyakinan akan pertolongan Allah dan bahwa Mehmed lah panglima terbaik yang telah dijanjikan. Ulama ini juga selalu mengingatkan kepada Mehmed II bahwa tawakal kepada Allah adalah modal utama seorang pemimpin, bahwa semua kemenangan adalah datang dari Allah, bukan dari apapun selain itu, tidak berbangga dan berpuas diri atas kemenangan melainkan tawadhu’, dan kekalahan sebagai kurangnya ketaatan dalam usaha. Hasil dari pendidikan ini sungguh sangat jelas, Mehmed menguasai 7 bahasa di usia yang ke 23 tahun, terlibat dalam pemerintahan di Amasya ketika berumur 10 tahun. Dapat kita lihat sesok 10 tahun yang memiliki kearifan yang jauh dari usia sebayanya dari pendidikan Islam ini.
Sabda Rasulullah;
“Telah datang suatu masa kenabian, atas kehendak Allah. Kemudian masa tersebut berakhir juga atas kehendak Allah. Setelah itu, akan datang masa khilafah rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian, atas kehendak Allah. Dan masa tersebut akan berakhir, juga atas kehendak Allah. Lalu, akan datang masa kekuasaan (islam) yang didalamnya terdapat banyak kedzaliman (mulkan ‘adlon), atas kehendak Allah. Kemudian, akan datang zamannya diktator (mulkan jabriyyan) atas kehendak Allah. Dan masa itu pun akan berakhir dengan kehendak Allah. kemudian (terakhir), akan tampil kembali masa khilafah rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian. Lalu beliau (Rasululah) diam.”(HR. Ahmad dan Bazzar)
Sabda rasul di atas memberikan kepastian kepada kita bahwa Islam akan kembali berjaya untuk mengatur semua lini kehidupan. Ini adalah janji Allah, dan Allah tidak pernah bermain-main dengan janjiNya.
Masa kenabian telah berakhir semenjak rasulullah wafat. Setelah rasul wafat, digantikan oleh para khulafa’ur rasyidin; yakni Abu Bakar, Umar Bin Abdul Aziz, Utsman Bin Affan, dan terakhir Ali Bin Abi Thalib. Kemudian masa tersebut berakhir, digantikan oleh masa kejayaan Islam dalam kurun waktu 14 abad yakni masa kekhalifahan Bani Umayyah, Bani Abbasiyah, dan Bani Utsmaniyyah yang banyak kedzaliman. Sebelum khilafah runtuh, banyak sekali fitnah bermunculan. Seperti munculnya aliran Mu’tazilah, Jabbariyah, Ahlussunnah wal Jamaah dll. Semua dilakukan untuk melengserkan kekuasaan di muka bumi. Lalu dengan kehendak Allah masa itu berakhir digantikan oleh masa diktator (sekarang ini). dan masa itu berakhir atas kehendak Allah, dan akan tegak kembali khilafah ‘ala min hajinnubuwah untuk yang kedua kalinya.
Sesungguhnya tegaknya kembali khilafah untuk yang kedua kalinya adalah suatu keniscayaan, dan bukanlah utopia. Kota Roma (yang ditinggalkan Al Fatih) akan takluk dibawah kekhilafahan ini. Sungguh Rasulullah, melalui perawinya yang agung, 14 abad yang lalu telah memberi kita peringatan (sesuai hadist beliau) yang pada waktu ini telah kita buktikan dengan alur sejarah yang mulia.
Kota Konstantinopel telah dibebaskan oleh pejuang besar kaum muslimin, Muhammad Al-Fatih. Dan sekarang tinggal kota Roma Ibu kota Vatikan, sentral Kristen dunia. Kota itu, Insya Allah akan kita bebaskan dalam waktu dekat ini. Roma telah menunggu kerja keras kita, pemuda shalih/shalihah, sebagaimana kerja kerasnya Al-Fatih. Roma akan dibebsakan jika khilafah rasyidah tegak kembali. Tegaknya khilafah hanya tinggal menunggu waktu kapan Allah berkehendak, sungguh, Allah tidak pernah bermain-main dengan janjiNya.
Di tangan pemuda-lah Roma akan takluk, ditangan kita, bukan yang lain. Ummat menati kita, Al-Fatih the Next...

#Back Sound yang menggelora menabuh semangat penulis, mengiringi penulisan Ajakan singkat ini, thank’s to:
1.      Hans Zimer - At Wit’s End
2.      Hans Zimer - One Day
3.      Hans Zimer – Drink Up Me Hearties
4.      Harry Han – Pirates of the Caribean Soundtrack

Tidak ada komentar:

Posting Komentar