Politik?
Emang gue pikirin?, Politik itu siasat kotor. Begitulah
komentar sebagian orang ketika ditanya mengenai politik. Kalimat yang bernada
apatis itu rupanya hampir melanda pemuda-pemuda kita ditengah krisis pemikiran saat ini. Barangkali kalau mau iseng ngepoin (ehm) profile
facebook teman-teman tentang “politic
view”nya isinya hampir sama; tidak peduli.
Tampaknya harus kita
satukan dulu persepsi mengenai politik. Dalam buku karya Muhammad Muhammad
Ismail dijelaskan bahwa arti kesadaran politik adalah upaya manusia untuk
memahami bagaimana memelihara urusannya. Politik adalah tindakan untuk memelihara
apa yang menjadi urusan ummat.
Kesadaran politik
adalah suatu pandangan yang universal (mencakup seluruh dunia internasional)
dengan sudut pandang yang khas. Pandangan yang universal tanpa melalui sudut
pandang yang khas adalah pandangan yang dangkal, dan bukan merupakan kesadaran
politik. Begitu juga pandangan yang bersifat regional adalah pandangan yang
sempit, dan tidak membentuk kesadaran politik (Ismail, 1993).
Dalam hal ini ada dua
titik tekan penting, yakni pandangan yang universal dan pandangan tersebut
harus bertolak pada sudut pandang pemikiran yang khas. Sedangkan kesadaran akan
situasi politik, posisi politik, atau peristiwa-peristiwa politik saja belum
cukup dikatakan sebagai kesadaran politik kecuali didasarkan pada ideologi
(sudut pandang tertentu). Dalam hal ini sudut pandang yang khas berasal dari
ideologi (mabda’) islam. Dari
situlah, politik di dalam islam diartikan sebagai ri’ayah syu’unil ummah (memelihara permasalahan ummat).
Sebagai mahasiswi
pertanian, saya mencoba mencari bagaimana pemahaman islam mengenai politik
pertanian, terlepas dari aspek budidaya dan sisi teknis lainnya. Nah, ternyata
belum banyak referensi mengenai hal ini. Kebanyakan literatur membahas seputar
peningkatan produksi pertanian, dan sedikit sekali yang membahas mengenai
bagaimana jaminan peningkatan produksi pertanian tersebut, baik dari segi jaminan
teknis oleh negara maupun kebijakan politiknya. Kalaupun ada, masih sangat
minim kesadaran politiknya. Padahal pertanian merupakan subsektor yang mendapat
perhatian penting dalam islam.
Pembahasan mengenai
politik pertanian tidak pernah terlepas dari produksi pertanian, kebijakan di
sektor industri, serta kebijakan di sektor perdagangan hasil pertanian
1.
Sektor produksi pertanian
Pada dasarnya politik
pertanian ditujukan untuk meningkatkan produksi pertanian dan menjamin
ketersediaan pangan melalui program intensifikasi dan ekstensifikasi.
Intensifikasi ditempuh dengan menyedediakan sarana produksi pertanian seperti
bibit unggul, pupuk, pestisida, pengadaan teknik-teknik modern, dsb. Berkaitan
dengan hal ini, negara harus memberikan modal secara cuma-cuma untuk petani
agar mampu mengolah lahan yang dimilikinya. Dengan cara seperti ini, petani
tidak mampu tidak akan merasa terbebani untuk mengembalikan utang kepada
pemerintah. Berbeda dengan politik pertanian kapitalisme, dimana pemerintah
berpijak pada sistem ribawi, dimana negara angkat tangan dalam urusan
rakyatnya.
Sedangkan
ekstensifikasi dilakukan untuk memperluas lahan pertanian. Negara akan
mendorong masyarakat untuk menghidupkan tanah mati, memberikan lahan bagi orang
yang mampu bertani tetapi tidak memiliki lahan, mencabut kepemilikan lahan
apabila tidak diolah selama lebih dari tiga tahun, melarang penyewaan lahan
pertanian, menerapkan kebijakan yang tegas untuk mencegah konversi lahan
pertanian menjadi lahan non-pertanian seperti perumahan dan industri. Negara
juga melarang konversi hutan menjadi lahan pertanian, sebab kepemilikan umum
(seperti hutan, tambang, dll) harus dipertahankan sifatnya sebagai kepemilikan
umum. Mempertahankan kepemilikan umum ini akan mencegah terjadinya kerusakan
lingkungan hidup sebagai dampak pengelolaan SDA yang tidak bertanggung jawab
(Rosadi, 2008).
Perlu diketahui dalam
hal ini negara menjalankan perintah dari syara’. Negara hanya tunduk pada
hukum-hukum syara’ bukan hukum buatan manusia. Seperti larangan penyewaan tanah
misalkan, diambil dari hadist rasulullah yang berbunyi
“siapa
saja yang memiliki tanah, hendaknya ia menanaminya atau menyerahkannya kepada
saudaranya untuk ditanami tanpa kompensasi dan jangan menyewakannya dengan
sepertiga, atau seperempat dan jangan dengan makanan yang disepakati.”
(HR. Abu Dawud, an-Nasa’i dan Ibn Majah).
Semua perintah syara’
tidak boleh diragukan lagi kebenarannya dan tentu saja syari’at itu diturunkan
untuk kemaslahatan manusia. Bukan untuk mempersulitnya.
2.
Kebijakan di sektor industri pertanian
Di sektor industri
pertanian, negara hanya akan mendorong berkebangnya sektor real saja, sedangkan
sektor non-real yang diharamkan tidak diberi kesempatan untuk berkembang
kebijakan ini akan tercapai jika negara bersikap adil dengan tidak memberikan
hak-hak istimewa dalam bentuk apapun kepada pihak-pihak tertentu, baik hak
monopoli maupun pemberian fasilitas khusus. Seluruh pelaku ekonomi akan
diperlakukan secara sama. Negara hanya mengatur jenis komoditi dan sektor
industri apa saja yang boleh dibuat. Selanjutnya, seleksi pasar akan berjalan
seiring dengan berjalannya mekanisme pasar. Siapa saja berhak untuk memenangkan
persaingan secara wajar dan adil. Tentunya pelaku ekonomi yang memiliki
kualitas dan profesionalitas tinggi yang akan dapat memenangkan persaingan
(Rosadi, 2008).
Industri pertanian akan
tumbuh dengan baik apabila sarana dan prasarana yang mendukung tumbuhnya
industri pertanian tersedia secara memadai. Sarana dan prasarana tersebut
seperti tersedianya bahan baku industri pertanian, yakni bahan-bahan pertanian
yang memadai dan harga yang layak, jaminan harga yang wajar dan menguntungkan
serta berjalannya mekanisme pasar secara transparan dan tidak ada distorsi yang
disebabkan oleh adanya kebijakan yang memihak. Selain itu, juga adanya
prasarana jalan, pasar dan lembaga-lembaga pendukung pertanian lainnya seperti
lembaga penyuluh pertanian dan lembaga keuangan yang menyediakan modal bagi
usaha sektor industri pertanian. Semua ini diperlukan agar industri pertanian
dapat tumbuh dengan baik (Rosadi, 2008).
3.
Kebijakan di sektor perdagangan hasil
pertanian
Di sektor perdagangan,
negara harus mempunyai kebijakan yang mampu menjamin terciptanya distribusi
hasil pertanian yang adil melalui mekanisme pasar yang transparan, tidak ada
manipulasi, tidak ada intervensi yang dapat menyebabkan distorsi ekonomi serta
tidak ada penimbunan yang dapat menyebabkan kesusahan bagi masyarakat.
Untuk itu, negara harus
membuat beberapa kebijakan, diantaranya:
Pertama,
negara harus menjamin agar mekanisme harga komiditi pertanian dan harga
komoditi hasil industri pertanian dapat berjalan secara transparan dan tidak
ada manipulasi hal ini dimaksudkan agar harga yang berlaku benar-benar
transparan dan tidak ada yang memanfaatkan ketidaktahuan satu pihak, baik
penjual dan pembeli. Rsaulullah bersabda “janganlah
kalian menghadang kafilah-kafilah (orang-orang yang berkendaraan) dan janganlah
orang yang hadir (orang di kota) menjualkan barang milik orang desa” (HR.
Bukhari dan Muslim).
Kedua,
negara harus membuat kebijakan yang dapat menjamin terciptanya harga yang wajar
berdasarkan mekasnisme pasar yang berlaku. Islam melarang negara menggunakan
otoritasnya untuk menentukan harga, baik harga maksimum maupun harga minimum. Mayoritas
ulama telah sepakat tentang haramnya campur tangan penguasa dalam menentukan
harga. Dalam hal ini negara wajib membiarkan kedua belah pihak (penjual dan
pembeli) menentapkan harga yang wajar sesuai keridhaannya. Memaksa salah satu pihak
merupakan tindak kedzaliman.
Ketiga,
pemerintah harus dapat mencegah terjadinya penipuan seperti yang sering
terjadi, baik yang dilakukan oleh penjual maupun pembeli. Sabda rasulullah “Tidak halal seseorang yang menjual sesuatu
melainkan hendaklah ia menerangkan (cacat) yang ada pada barang tersebut”
(HR. Ahmad)
Keempat,
Pemerintah harus mencegah berbagai tindakan penimbunan produk-produk pertanian
dan kebutuhan pokok lainnya. “Orang yang
mendatangkan barang (akan) diberikan rezki sebaliknya orang yang menimbun akan
dilaknat” (HR. Ibn Majah dan ad-Dailami).
Kelima,
pemerintah harus dapat mencegah perselisihan yang terjadi akibat tindakan
spekulasi dalam perdagangan.
Refferensi:
Ismail, Muhammad
Muhammad. 1993. Bunga Rampai Pemikiran Islam. Gema Insani Press, Jakarta.
Rosadi, Muhammad
Riza. 2008. Kapitalisme:Biang Krisis Pangan. Majalah Al-Wai’e 94:14-18.
bagus analisisnya :)
BalasHapusSaya kurang setuju di Kebijakan di sektor perdagangan hasil pertanian yg keempat karena bila semua penimbunan di cegah maka yang terjadi ialah harga pasar akan turun atau naik secara segnifikan karena sedikit banyaknya pasokan.ini yg akan memicu orang untuk ber spekulasi lebih besar.dan satu lagi bagaimana pemerintah mencegah berbagai macam penimbunan sedangkan pemerintah sendiri menimbun beras?
BalasHapus