Senja masih beradu pandang denganku sore itu, ketika
tangisanmu pertama kali menggugah kebahagiaan ayah entah untuk yang keberapa
kalinya. Waktu berbuka memang waktu yang sangat indah, seindah menunggu
kelahiranmu sepuluh tahun yang lalu, 14 Desember 2001. Di mata kecilku aku
melihat begitu luar biasanya tangis haru ibu, meskipun saat itu ia tak dapat menolak
rasa sakit.
Kau tahu kan anak manis? Tidak mudah melahirkan kita di dunia ini. Seandainya dulu di dalam perut kau bisa mendengar rintihan sakit ibu saat kau akan dilahirkan. Seandainya dulu kau mampu melihat betapa khawatirnya ayah. Dan saat itu juga aku hanya bisa memahami aku akan punya adik kecil, yaitu kau.
09.21,
12 Agustus 2012
Sekarang 10 tahun lebih mozaik waktu itu berlalu,
tapi ingatanku sore itu masih tersimpan jelas. Kau dan aku satu rahim, satu
darah. Tapi kita dibesarkan dengan watak dan pembiasaan yang berbeda. Aku dibesarkan
dengan banyak tekanan, kau justru sebaliknya.
Tulisan ini sekedar luahan kekhawatianku kepadamu
yang melebihi kekhawatiranku kepada diriku sendiri. Aku sudah cukup kuat karena
tekanan. Sedangkan kelonggaran seringkali membuat kita lemah.
Aku sudah 20 tahun belajar memahami kehidupan yang kejam
ini. Aku sudah mencicipi dua macam kehidupan, karena memang hanya dua: fujuroha
wa taqwaha. Lalu perjalananku sampai di sini saat menemukanmu sudah berusia 10
tahun lebih, sebentar lagi islam akan menyebutmu sebagai perempuan dewasa. Sudah
cukup banyak garam yang aku makan dibandingkan denganmu.
Cantik, hidup di luar itu sangat liar. Itulah yang
menyulut kekhawatiranku kepadamu. Kita besar dalam asuhan pendidikan yang tidak
layak. Teman-teman yang menjerumuskan jika kita tidak pandai memilih. Gaya hidup
yang menjauhkan kita dari Allah, pencipta kita. Aku sudah merasakannya.
Selama ini, aku membantu ibu untuk menjejalimu
dengan islam. Supaya kau tidak terseret arus menjadi liar. Supaya kau tidak
sepertiku dulu, supaya kau menjadi lebih baik dari kakakmu ini. Tapi sebesar
apapun usahaku, tetap saja aku tak punya kekuatan sekuat ibu. Kau tetap
memandangku sebagai seorang kakak, bahkan kadang sebagai ‘saingan’. Kau tahu
hitam putihnya aku.
Esok jika aku masih mendapatimu sebagai seorang remaja, akan lebih banyak kehidupan yang kau
kenal. Kau akan terseok-seok jika mengikuti mereka. Untuk itu, ambil islam
sebagai jalan hidup. Islam akan menyelamatkanmu.
Jangan pernah menangisi bualan cinta, itu bohong. Cinta
yang tidak diikat dalam aqad pernikahan hanya akan menguras air mata, waktu,
dan pikiran kita. Padahal semua akan berbicara di hadapan Allah. Jadikanlah
cinta kita hanya untuk mengejar keridhaan Allah, mengejar apa yang
diperintahkan pencipta kita, dan menjauh dari apa yang dilarangNya. Air mata
yang tertumpah akan sia-sia jika hanya untuk menangisi lelaki, tetapi kita diam
tak peduli melihat saudara kita dibunuh. Tidak, kita tidak diajarkan untuk itu.
Anak manis, jangan pernah menanggalkan khimar (kerudung)
dan jibab. Ini akan menjagamu dari api neraka, dan menjagamu dari dunia yang
kejam ini. Dengannya akan mengantarkanmu menjadi anak shalihah yang patuh kepada ibu
dan ayah. Ingatlah, ridha Allah ada pada ridha mereka. Surga ada di bawah
telapak kaki mereka.
Kelak, derasnya arus kehidupan akan membawamu pada
teman-teman. Pilihlah teman yang baik. Sebab teman ibaratkan penjual minyak
wangi dan pandai besi, kau bisa memilih. Jika kau memilih teman penjual minyak
wangi kau akan tertular bau wanginya, jika kau memilih teman pandai besi kau
akan tertular panasnya dan itulah yang tidak kuinginkan. Dengarkan aku!
Tak peduli dimanapun, kita harus bisa menjadi yang
terbaik. Menonjol di antara teman-teman lainnya. Tentu saja menonjol karena
kita ini beda dengan mereka, beda karena kita memilih islam sebagai prinsip hidup.
Karena kita mempelajari islam untuk diamalkan. Kita beda dan kita bangga.
Surga tidak akan dilalui tanpa pengorbanan. Paling tidak,
akan ada suara-suara yang menyurutkan langkahmu. Maka pada saat itu tetaplah
berjalan, persetan dengan kata mereka. Allah sudah menetapkan hukum, dan tidak
layak jika kita surut dalam langkah ini.
Aku hanya bisa mendo’akan dan membimbingmu. Di 24
Ramadhan 1433 H ini, saat malaikat turun untuk mengepakkan sayap-sayapnya lalu
mengamini do’a-do’a kita. Jadilah kerang mutiara seperti yang setiap hari
kuceritakan. Jadilah kimiawan yang dibanggakan oleh daulah. Semoga Allah sang
Maha Raja dari segala hati akan membimbing dan membuka hatimu menuju jalan
dakwah islam. Semoga sifat buruk yang telah menghiasi dirimu akan melebur
bersama kebaikan yang kau amalkan. Semoga sifat kerasmu itu akan mengantarkan
menjadi seorang qiyadah, seorang hizbiyah sebagaimana Umar bin Khattab. Semoga mimpi
yang kau rangkai sejak sekarang itu, akan menjadikanmu istimewa. Dan semoga,
Allah akan menghimpun kita bersama golongan para syuhada’ sehigga kita bisa
bergandengan tangan menuju jannah tertingginya. Amin..
Sumber: Bisikan hati..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar